Rabu, 20 Juni 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL

A. Pengertian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.
(Rustam Mochtar,1998 )
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.
( Barbara F. weller 2005 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
(Abdul Bari Saifuddin,2002 )

Masa post partum terbagi 3 tahap, yaitu :
1. Immediet post partum periode ( 24 jam pertama setelah melahirkan )
2. Early post partum periode ( hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan )
3. Late post partum ( minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan )

B. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda ( hemoserosa ), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan , ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme ( kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan ) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda – tanda vital
suhu pada hari pertama ( 24 jam pertama ) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 ( bowes ,1991 )
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan ( Bowes, 1991 ). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5. System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil ( kadar steroid yang tinggi ) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. ( Cunningham, dkk; 1993 ) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.

6. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.


C. Adaptasi psikologis
Rubin ( 1961 ) membagi menjadi 3 fase :
1. Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2. Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3. Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.
D. Penatalaksanaan medis
1. Tes diagnostic
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit ( Hb/Ht )
b. Urinalisis; kadar urin, darah.
2. Therapy
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi


E. Asuhan keperawatan
Menurut Marylnn E. Doengous, 2001 :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis ( “postpartum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan.
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima
e. Makanan/cairan
kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga
f. Nyeri/ketidaknyamanan
nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 – 3 , berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (mis, rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas ( mis, menyusui ).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah ( carpenito, 2000 )
Diagnose keperawatan yang muncul pada klien postpartum menurut Marilyn doengoes, 2001 yaitu :
a. Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia ); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal ( anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan.
a. Nyeri (akut)/ ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri teratasi
kriteria hasil : mengidentifikasi dan mengunakan intervensi
untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.
Intervensi :
Mandiri :
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab ( misal rendam duduk/bak mandi ) diantara 100o dan 105o F ( 38o sampai 43,2o C ) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam 1.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
6) Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
7) Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
8) Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan tehnik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
9) Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah – pecah.
10) Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong
11) Berikan informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberikan kompres panas sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka.
12) Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
13) Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih.
14) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala ditentukan.

Kolaborasi :
15) Berikan bromokriptin mesilat ( parlodel ) dua kali sehari dengan makan selama 2 – 3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi pertama.
16) Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan afterpain.
17) Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum bila dibutuhkan.
18) Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan
payudara diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses
menyusui, mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
4) Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
5) Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
6) Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
7) Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
8) Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.
Kolaborasi :
9) Rujuk klien pada kelompok pendukung; misal posyandu
10) Identifikasi sumber – sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi

c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia ); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal ( anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan resiko cidera teratasi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk
menurunkan factor – factor risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda – tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervise yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien.
3) Berikan klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas ( KKaA ), sakit kepala, atau gangguan penglihatan.
4) Catat efek – efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau status pernapasan.
5) Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau tidaknya tanda human.
6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.
7) Evaluasi status rubella pada grafik prenatal, kaji klien tehadap alergi pada telur atau bulu.
Kolaborasi :
8) Berikan MgSO4 melalui pompa infuse, sesuai indikasi.
9) Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila risiko – risiko atau gejala – gejala flebitis terjadi.
10) Berikan antikoagulasi; evaluasi factor – factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda kegagalan pembekuan.
11) Berikan Rh0 ( D ) imun globulin ( RhlgG ) LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik – tehnik untuk
menurunkan risiko/meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1. Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
3. Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus ekstrem.
Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
4. Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
5. Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.
6. Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.
7. Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan frekiensi, doronganatau disuria). Catat warna dan tampilan urin, hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
8. Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang.
9. Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
10. Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal.
11. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari.
12. Tingkatkan tidur dan istitahat.
Kolaborasi :
13. Kaji jumlah sel darah putih ( SPD ).

4. Pelaksanaan/ Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien.
Proses pelaksanaan keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu :
a. Mengkaji ulang klien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
Modifikasi rencana asuhanyang telah ada mencakup beberapa langkah. Pertama, data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.
Kedua, diagnose keperawatan direvisi. Diagnose keperawatan yang tidak relevan dihapuskan, dan diagnose keperawatan yang terbaru ditambah dan diberi tanggal.
Ketiga, metoda implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan diagnose keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam. Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan unutk merawat klien imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk membantu membalik, memindahkan, dan mengubah posisi klien karena kerja fisik yang terlibat.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan :
1) Membantu dalam melakukan aktivitas sehari – hari
2) Mengonsulkan dan menyuluhkan pasien dan keluarga
3) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya.
( Potter, 2005 )
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.


Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian :
S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon


subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan criteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan klien.
P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
Pada tahap ini ada 2 evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu :
1. Evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai pelaksanaan.
2. Evaluasi sumatif yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap
pencapaian diagnose keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi/dihentikan.
( Suprajitno, 2004 )

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlinn E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Helen Farrer, 1996. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC
Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Judi Januadi Endjun.2002. Persalinan Sehat. Puspa Swara
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
Sudi Amus (08095)

PERAWATAN PAYUDARA PADA KEHAMILAN (breast care)

Tubuh manusia bisa diibaratkan seperti mesin, dimana mesin memiliki bagian-bagian kecil yang membentuk suatu sistem dan memiliki fungsi masing-masing. Untuk dapat megoperasikannya dengan baik atau mengajarkan orang lain untuk mengoperasikannya, sebaiknya kita tahu bagian-abgian mesin tersebut sehingga pada saat kita menemui hambatan kita tahu pada bagian mana dari mesin tersebut yang rusak atau yang tidak menjalankan fungsinya. Seperti halnya payudara, agar dapat menyusui dengan baik sebaiknya kita tahu bagian-bagian dari payudara dan fungsinya masing-masing.
Laktasi terjadi dibawah pengaruh berbagai kelanjar endokrin, terutama hormon-hormon hipofisis prolaktin dan oksitosin. Keadaan ini dipengaruhi oleh isapan bayi dan emosi ibu. Lakatasi mempunyai dua pengertian yaitu ;
  • Pembentukan produksi air susu
  • Pengeluaran air susu
Buah dada merupakan sumber air susu ibu (ASI) yang akan menjadi sumber nutrisi utama bagi bayi, karena itu jauh sebelumnya harus sudah dilakukan perawatan. Bra yang dugunakan harus sesuai dengan pembesaran buah dada, yang sifatnya adalah menyokong payudara dari bawah bukan menekan dari depan.
Pada usia kehamilan 2 bulan terakhir dilakukan pemijatan, kolostrum dikeluarkan untuk mencegah penyumbatan. Untuk mencegah puting susu kering dan mudah pecah, maka puting susu (nipple) dan areola (bagian lingkaran hitam yang mengelilingi puting) payudara dirawat baik-baik dengan dibersihkan menggunakan baby oil/biocream/air sabun/sejenisnya. Bila puting susu masuk ke dalam, hal ini diperbaiki dengan jalan menarik-narik puting ke arah luar (dilakukan minimal satu bulan sebelum melahirkan dan jika tidak ada indikasi).
Anatomi payudara ibu
Dalam istilah medik, payudara disebut glandulla mammae yang berasal dari bahasa latin yaitu mammae. Payudara berkembang sejak usia 6 minggu kehamilan dan cepat emmbesar karena pengaruh kadar hormon yang tinggi, yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen meningkatkan pertumbuhan duktus-duktus dan saluran penampung. Progesteron merangsang pertumbuhan tunas-tunas alveoli. Hormon-hormon lain seperti prolaktin, growth hormone, adenokortikosteroid dan tiroid juga diperlukan dalam kelenjar susu.
Payudara tersusun dari jaringan kelenjar, jaringan ikat dan jaringan lemak. Bila dilihat dari luar, payudara terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :
  • Korpus (badan), yaitu bagian yang besar
  • Areola, yaitu bagian tengah yang berwarna kehitaman
  • Papilla atau nipple atau puting susu, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara
Struktur payudara terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, sub kutan (jaringan dibawah kulit) dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari : duktus lactiferus (duktus), duktulus (duktuli), lobus dan alveolus.
Pada 15-25 duktus laktiferus. Tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli. Duktuli bercabang-cabang menajdi 10-100 alveolus yang berfungsi sebagai satu kesatuan kelenjar. Dengan demikian, sebenarnya payudara merupakan kumpulan dari sejumlah kelenjar susu tunggal.
Masing-masing duktus akan membentuk lobus, dan duktulus akan membentuk lobulus. Struktur lobulus dan duktus berpusat ke arah puting susu. Sebelum bermuara pada puting susu, mesing-masing duktus melebar membentuk ampullaatau sinus yang akan berfungsi sebagai gudang air susu ibu. Sinus, duktus dan alveolus dikelilingi oleh mioepitel (otot polos) yang dapat berkontraksi untuk memompa ASI. Alveolus juga dikelilingi pembuluh darah yang memberi zat-zat gizi pada sel-sel kelenjar air susu untuk proses pembentukan atau sintesis ASI.
Bagian stroma dari payudara tersusun dari bagian-bagain berikut : jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfa.
Puting susu dan areola adalah gudang susu yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Pada puting susu dan areola terdapat ujung-ujung syaraf peraba yang penting pada proses refleks saat menyusui. Puting susu mengandung otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusui. Dengan akupan bibir bayi yang menyeluruh pada daerah tersebut, ASI akan keluar dengan lancar.
Pada ujung puting susu terdapar 15-25 muara lobus (duktus laktiferus), sedangkan areola mengandung sejumlah kelenjar minyak yang mengeluarkan cairan agar puting tetap lunak dan lentur.
Tujuan breast care
  • Memelihara kebersihan payudara
  • Melenturkan dan menguatkan puting susu
  • Mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar
  • Mempersiapkan produksi ASI
Prinsip
  • Dikerjakan dengan sistematis dan teratur
  • Menjaga kebersihan sehari-hari
  • Nutrisi harus lebih baik dari sebelum hamil
  • Memakai bra yang bersih dan menopang payudara
  • Dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 6 bulan
Beberapa keadaan yang berkaitan dengan teknik dan saat perawatan payudara
  • Pada ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dan tanpa riwayat abortus, perawatnnya dapat dimulai pada usia kehamilan 6 bulan keatas
  • Ibu dengan puting susu yang sudah menonjo dengan riwayat abortus, perawatannya dapat dimulai pada usia kehamilan diatas 8 bulan
  • Pada puting susu yang mendatar atau masuk kedalam, perawatannya harus dialkukan lebih dini, yaitu usia kehamilan 3 bulan, kecuali bila ada riwayat abortus dilakukan setelah usia kehamilan setelah 6 bulan.
Cara perawatan puting susu datar atau masuk ke dalam
  • Puting susu diberi minyak
  • Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting
  • Pegangkan daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari kearah atas dan kebawah ± 20 kali (gerakannya kerah luar)
  • Letakkan kedua ibu jari disamping kiri dan kanan puting susu
  • Pegang daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari kearah kiri dan kekanan ± 20 kali (gerakannya ke arah luar)
Teknik perawatan payudara
Pengurutan payudara
  • Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil
  • Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas, samping, bawah, dan melintang sehingga tangan menyangga payudara
  • Lakukan 30 kali selama 5 menit
Pengurutan kedua
  • Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil
  • Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan kanan saling dirapatkan
  • Sisi kelingking tangan kanan memegang payudara kiri dari pangkal payudara kearah puting, demikian pula payudara kanan
  • Lakukan 30 kali selama 5 menit
Pengurutan ketiga
  • Licinkan telapak tangan dengan minyak
  • Telapak tangan kiri menopang payudara kiri
  • Jari-jari tangan kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalan tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting susu
  • Lakukan 30 kali selama 5 menit
Rangsang payudara dengan menggunakan air hangat dan dingin
Siram/kompres payudara dengan air hangat terlebih dahulu kemudian air dingin
Kompres bergantian selama 5 menit
Membersihkan puting susu dengan minyak/baby oil agar kotoran-kotoran keluar tidak bertumpuk dan tidak terhisap oleh bayi yang ingin menetek, minyak ini juga dapat melemaskan puting susu sehingga kulitnya tidak mudah lecet
Perawatan buah dada pada masa nifas
Jika puting susu masuk kedalam dan pada perawatan kehamilan puting susu tidak berhasil keluar, maka ditolong dengan menggunakan tepel hoed. Alat ini digunakan pada puting susu yang terlalu besar atau lecet. Pada puting susu yang lecet bisa diberi zalf lanolin, gentian violet ditutup dengan kain kasa, dimana sebelum meneteki payudara harus dicuci/dibersihkan dulu.
Menjaga payudara tetap bersih dan kering (terutama puting susu)
  • Menggunakan BH yang menyokong payudara
  • Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet
  • Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok
  • Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam
  • Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan : pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam, apabila tidak dapat menghisap ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan
  • Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui
Cara pengurutan payudara
Massage
  • Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI
  • Tekan 2-4 jari ke dinding dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area payudara
  • Setelah beberapa detik pindah ke area lain dari payudara, dapat mengikuti gerakan spiral mengelilingi payudara ke arah puting susu atau gerakan lurus dari pangkal payudara ke arah puting susu
Stroke
  • Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu dengan jari-jari atau telapak tangan
  • Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara diseluruh bagian payudara
  • Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran ASI (hormon oksitosin)
Shake (goyang)
  • Dengan posisi condong kedepan, goyangkan payudara dengan lembut, biarkan gaya tarik bumi meningkatkan stimulasi pengaliran
Masalah yang sering muncul dalam pemberian ASI
  • Puting susu lecet yang disebabkan oleh kesalahan teknik menyusui, monoliasis, pemakaian sabun dan sebagainya, saat menghentikan menyusui tidak hati-hati.
  • Payudara bengkak disebabkan ASI tidak disusukan dengan adekuat
  • Sumbatan pada duktus disebabkan adanya tekanan internal atau eksternal
Sumber
Bobak, dkk. 2004. Keperawatan Maternitas. Hal 460. Jakarta : EGC - Mellyna, H. 2003. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Hal 29. Jakarta : Puspa Swara - Varney, helen et all. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC - Verrals, S. 2003. Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan. Hal 8. Jakarta : EGC
…………. 2001 Buku Panduan Manajemen Laktasi. Dit. Gizi masyarakat depkes RI.
Http://www.iklanfun.com/tags/asi_eksklusif.html
http://www.sentrallaktasiindonesia.co.id
http://www.tabloidnakita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar