LAPORAN
PENDAHULUAN MIOMA UTERI
LAPORAN
PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI
I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrom ioma uteri, leromioma uteri atau uferine fibroid.
Frekuensi tumor ini sulit diketahui karena banyak diantara mereka tidak mempunyai keluhan apa-apa. Tumor ini tergolong tumor pelviks dan sering ditemukan pada masa reproduksi. Diperkirakan bahwa frekuensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh penyakit pada alat-alat genital.
B. Penyebab
1. asimtomatik (belim diketahui secara pasti)
2. menurut teori cell Nest (teori genitoblast) yang diajukan oleh Meyer dan De Snoo, dimana mioma uteri berasal dari sel-sel imatur yang mendapat rangsangan estrogen terus menerus.
3. keadaan sosial ekonomi rendah.
C. Patologi
Menurut letaknya, mioma uteri dapat dibagi menjadi:
1. mioma submukosa, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Mioma sub mukosum dapat bertangkai menjadi polip lalu dilahirkan melalui kanalis servikalis (mioma geburt).
2. mioma intramura, terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3. mioma subserosum, tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat menempel pada jaringan sekitar kemudian membebaskan diri(wondering/parasitis fibroid)
Bila mioma uteri dibelah, tampak terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar.
D. Tanda dan gejala
1. tanda gejala ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan ginekologi.
2. perdarahan abnormal.
3. Rasa nyeri.
4. Akibat penekanan: pada kandung kencing menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum menyebabkan oedem tungkai dan nyeri panggul.
5. Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi jika mioma intramural menutup atau menekan pars interstisialis tubae. Mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan mioma pada wanitadengan keluhan infertilitas harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap sebab-sebab lain dari infertilitas sebelum menghubungkannya dengan adanya mioma uteri.
E. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma
Adalah tumor yang tumbuh dari miometrium dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma uteri. Kecurigaan terhadap sarkoma pada mioma uteri timbul suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar sekonyong-konyong menjadi besar. Apalagi hal itu terjadi sesudah menopause. Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah sarkoma tumbuh dalam jaringan mioma sendiri atau dalam jaringan miometrium di luar mioma.
2. tersi atau putaran tungkai
Adakalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau hal ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut. Pada mioma parasitik atau mioma mengembang, mioma berdiri sendiri dan hidupnya tak tergantung lagi pada pemberian darah melalui tangkai. Mioma ini berada bebas dalam rongga perut dan menimbulkan kesukaran diagnostik.
3. nikrosis dan infeksi
Pada mioma submukosumyang menjadi polip ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan melahirkan melalui vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Penderita mengeluh tentang perdarahan yang bersifat menoragia atau metroragia dan leokorea.
F. Penatalaksanaan medis
1. pengobatan penunjang
khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hiper minoreadapat diberikan ferum, tranfusi darah diit kaya protein, kalsium, dan vitamin c. Sementara direncanakan pengobatan yang difinitif.
2. Pengobatan operatif
a. Miomektomi
Miomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada mioma subversum bertangkai atau jika fungsi uterus masih dipertahankan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervagina tanpa mengangkat uterus.
Keberatan terhadap miomektomi adalah:
1) angka residitif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang ketelitian waktu operasi, akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi dan mioma ini kemudian menjadi besar.
2) Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak.
b. histerektomi
umumnya dilakukan histerektomi abdominal akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan.
3. sinar rontgen dan radium
sebelum dilakukan pengobatan dengan sinar harus dilakukan kerokan dahulu untuk mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endonutii. Dengan penyinaran fungsi ovarium dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar rontgent akan lebih baik daripada radium karena dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.
4. hormonal
estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Kaji pasien terhadap adanya penyakit lain seperti penyakit tiroid.
2. Riwayat keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keluarga seperti gangguan tiroid, penyakit pada sistem reproduksi maupun lainnya.
3. Riwayat obstetri
a. riwayat menstruasi
b. riwayat perkawinan
c. riwayat penggunaan alat kontrasepsi
d. riwayat penyakit hubungan seksual yang pernah diderita pasien
e. penyakit kesehatan keluarga dan penyakit yang pernah diderita pasien
4. Data subjektif
Meliputi gejala saat ini (gejala saat dilakukan pengkajian)
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif, leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.
2. pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, leiomioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviksdan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung membesar dan tidak beraturan serta noduler.
C. Prosedur diagnostik
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah: leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
3. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
4. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik.
5. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
6. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untukmengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopii.
D. Pohon masalah
Mioma uteri
Serviks uteri korpus uteri
Kanalis servikalis
Bagian yang ditumbuhi mioma membesar
Penyempitan kanalis miometrium terdesak
Servikalis
Nyeri terbentuk psedokopnea
E. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan pola eliminasi (BAK) b/d penurunan kapasitas kandung kemih akibat kanker ditandai dengan pasien mengeluh sering kencing.
2. Konstipasi b/d penuruna peristaltik sekunder terhadap pembesaran mioma uteri ditandai dengan adanya rasa tertekan di daerah anus.
3. Gangguan rasa aman cemas b/d gangguan pada integritas biologis sekunder terhadap infertilitas ditandai dengan terjadinya penutupan dan penekanan pada pars interstitialis.
4. Nyeri akut b/d penyempitan kanalis servikalis sekunder akibat kanker.
5. Risiko kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
F. Rencana keperawatan
1. Dx 1
- Perhatikan pola berkemih atau awasi haluaran urine
- Palpasi kandung kemih, selidiki / kaji kenyamanan berkemih
- Berikan perawatan perinial
- Kolaborasi pemasangan kateter bila di indikasikan
- Kaji karateristik urine; warna, bau dan kejernihan
- Periksa residu volume urine setelah berkemih
2. Dx 2
- Auskultasi bising usus, perhatikan adanya disternsi abdomen
- Dorong pemasukan cairan adekuat termasuk sari buah
- Gunakan sarung rektal, lakukan kompres hangat di daerah perut
- Berikan obat pelunak feses, laksatif setelah berkemih
3. Dx 3
- Kaji adanya palpitasi, gelisah, dispnea
- Kaji perasaan saat sangant sedih dan tidak berharga, keprihatinan, penolakan, isolasi
- Kaji tingkat ansietas
- Beri pemahaman / penentraman hati dan kenyamanan dengan berbicara pelan dan tenang
- Tunjukkan sikap empati
- Berikan penjelasan secara lengkap tentang keadaan pasien penyakit dan pengobatan yang harus dijalani termasuk tindakan yang akan diberikan.
4. Dx 4
- Kaji skala nyeri
- Jelaskan penyebab nyeri
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
- Kolaborasi tindakan miomektomi
5. Dx 5
- Kaji intake dan output cairan
- Periksa turgor kulit
- Observasi adanya perdarahan
- Beri intake yang adekuat
G. Evaluasi
1. Dx 1
- Pola eliminasi BAK kembali normal
- Pasien tampak nyaman
2. Dx 2
- Pola BAB pasien kembali normal
- Bising usus normal (5-35 x/mnt)
- Distensi abdomen (-)
3. Dx 3
- Pasien lebih tenang
- Pasien tidak sdih dan tidak cemas
- Pengetahuan tentang penyakitnya bertambah
4. Dx 4
- Nyeri berkurang / menghilang
- Dapat beristirahat sesuai dengan kebutuhan
- Pasien tidak meringis
5. Dx 5
- Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
- Perdarahan (-)
- Turgor kulit elastis
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, M.E. (1999) Rencana Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Manuaba, I. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta : EGC
Sastrawinata, dkk,. (1998) Ginekologi. Bandung : Elstar Offiset
PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI
I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrom ioma uteri, leromioma uteri atau uferine fibroid.
Frekuensi tumor ini sulit diketahui karena banyak diantara mereka tidak mempunyai keluhan apa-apa. Tumor ini tergolong tumor pelviks dan sering ditemukan pada masa reproduksi. Diperkirakan bahwa frekuensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh penyakit pada alat-alat genital.
B. Penyebab
1. asimtomatik (belim diketahui secara pasti)
2. menurut teori cell Nest (teori genitoblast) yang diajukan oleh Meyer dan De Snoo, dimana mioma uteri berasal dari sel-sel imatur yang mendapat rangsangan estrogen terus menerus.
3. keadaan sosial ekonomi rendah.
C. Patologi
Menurut letaknya, mioma uteri dapat dibagi menjadi:
1. mioma submukosa, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Mioma sub mukosum dapat bertangkai menjadi polip lalu dilahirkan melalui kanalis servikalis (mioma geburt).
2. mioma intramura, terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3. mioma subserosum, tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat menempel pada jaringan sekitar kemudian membebaskan diri(wondering/parasitis fibroid)
Bila mioma uteri dibelah, tampak terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar.
D. Tanda dan gejala
1. tanda gejala ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan ginekologi.
2. perdarahan abnormal.
3. Rasa nyeri.
4. Akibat penekanan: pada kandung kencing menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum menyebabkan oedem tungkai dan nyeri panggul.
5. Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi jika mioma intramural menutup atau menekan pars interstisialis tubae. Mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan mioma pada wanitadengan keluhan infertilitas harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap sebab-sebab lain dari infertilitas sebelum menghubungkannya dengan adanya mioma uteri.
E. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma
Adalah tumor yang tumbuh dari miometrium dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma uteri. Kecurigaan terhadap sarkoma pada mioma uteri timbul suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar sekonyong-konyong menjadi besar. Apalagi hal itu terjadi sesudah menopause. Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah sarkoma tumbuh dalam jaringan mioma sendiri atau dalam jaringan miometrium di luar mioma.
2. tersi atau putaran tungkai
Adakalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau hal ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut. Pada mioma parasitik atau mioma mengembang, mioma berdiri sendiri dan hidupnya tak tergantung lagi pada pemberian darah melalui tangkai. Mioma ini berada bebas dalam rongga perut dan menimbulkan kesukaran diagnostik.
3. nikrosis dan infeksi
Pada mioma submukosumyang menjadi polip ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan melahirkan melalui vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Penderita mengeluh tentang perdarahan yang bersifat menoragia atau metroragia dan leokorea.
F. Penatalaksanaan medis
1. pengobatan penunjang
khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hiper minoreadapat diberikan ferum, tranfusi darah diit kaya protein, kalsium, dan vitamin c. Sementara direncanakan pengobatan yang difinitif.
2. Pengobatan operatif
a. Miomektomi
Miomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada mioma subversum bertangkai atau jika fungsi uterus masih dipertahankan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervagina tanpa mengangkat uterus.
Keberatan terhadap miomektomi adalah:
1) angka residitif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang ketelitian waktu operasi, akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi dan mioma ini kemudian menjadi besar.
2) Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak.
b. histerektomi
umumnya dilakukan histerektomi abdominal akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan.
3. sinar rontgen dan radium
sebelum dilakukan pengobatan dengan sinar harus dilakukan kerokan dahulu untuk mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endonutii. Dengan penyinaran fungsi ovarium dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar rontgent akan lebih baik daripada radium karena dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.
4. hormonal
estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Kaji pasien terhadap adanya penyakit lain seperti penyakit tiroid.
2. Riwayat keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keluarga seperti gangguan tiroid, penyakit pada sistem reproduksi maupun lainnya.
3. Riwayat obstetri
a. riwayat menstruasi
b. riwayat perkawinan
c. riwayat penggunaan alat kontrasepsi
d. riwayat penyakit hubungan seksual yang pernah diderita pasien
e. penyakit kesehatan keluarga dan penyakit yang pernah diderita pasien
4. Data subjektif
Meliputi gejala saat ini (gejala saat dilakukan pengkajian)
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif, leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.
2. pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, leiomioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviksdan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung membesar dan tidak beraturan serta noduler.
C. Prosedur diagnostik
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah: leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
3. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
4. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik.
5. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
6. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untukmengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopii.
D. Pohon masalah
Mioma uteri
Serviks uteri korpus uteri
Kanalis servikalis
Bagian yang ditumbuhi mioma membesar
Penyempitan kanalis miometrium terdesak
Servikalis
Nyeri terbentuk psedokopnea
E. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan pola eliminasi (BAK) b/d penurunan kapasitas kandung kemih akibat kanker ditandai dengan pasien mengeluh sering kencing.
2. Konstipasi b/d penuruna peristaltik sekunder terhadap pembesaran mioma uteri ditandai dengan adanya rasa tertekan di daerah anus.
3. Gangguan rasa aman cemas b/d gangguan pada integritas biologis sekunder terhadap infertilitas ditandai dengan terjadinya penutupan dan penekanan pada pars interstitialis.
4. Nyeri akut b/d penyempitan kanalis servikalis sekunder akibat kanker.
5. Risiko kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
F. Rencana keperawatan
1. Dx 1
- Perhatikan pola berkemih atau awasi haluaran urine
- Palpasi kandung kemih, selidiki / kaji kenyamanan berkemih
- Berikan perawatan perinial
- Kolaborasi pemasangan kateter bila di indikasikan
- Kaji karateristik urine; warna, bau dan kejernihan
- Periksa residu volume urine setelah berkemih
2. Dx 2
- Auskultasi bising usus, perhatikan adanya disternsi abdomen
- Dorong pemasukan cairan adekuat termasuk sari buah
- Gunakan sarung rektal, lakukan kompres hangat di daerah perut
- Berikan obat pelunak feses, laksatif setelah berkemih
3. Dx 3
- Kaji adanya palpitasi, gelisah, dispnea
- Kaji perasaan saat sangant sedih dan tidak berharga, keprihatinan, penolakan, isolasi
- Kaji tingkat ansietas
- Beri pemahaman / penentraman hati dan kenyamanan dengan berbicara pelan dan tenang
- Tunjukkan sikap empati
- Berikan penjelasan secara lengkap tentang keadaan pasien penyakit dan pengobatan yang harus dijalani termasuk tindakan yang akan diberikan.
4. Dx 4
- Kaji skala nyeri
- Jelaskan penyebab nyeri
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
- Kolaborasi tindakan miomektomi
5. Dx 5
- Kaji intake dan output cairan
- Periksa turgor kulit
- Observasi adanya perdarahan
- Beri intake yang adekuat
G. Evaluasi
1. Dx 1
- Pola eliminasi BAK kembali normal
- Pasien tampak nyaman
2. Dx 2
- Pola BAB pasien kembali normal
- Bising usus normal (5-35 x/mnt)
- Distensi abdomen (-)
3. Dx 3
- Pasien lebih tenang
- Pasien tidak sdih dan tidak cemas
- Pengetahuan tentang penyakitnya bertambah
4. Dx 4
- Nyeri berkurang / menghilang
- Dapat beristirahat sesuai dengan kebutuhan
- Pasien tidak meringis
5. Dx 5
- Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
- Perdarahan (-)
- Turgor kulit elastis
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, M.E. (1999) Rencana Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Manuaba, I. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta : EGC
Sastrawinata, dkk,. (1998) Ginekologi. Bandung : Elstar Offiset
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI
sebelum melakukan ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA
UTERI atau askep pada klien dengan mioma uteri harusnya kita mengetahui
definisi mioma uteri,etiologi mioma uteri,patofisiologi mioma uteri
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu Kandungan, 1999)
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu Kandungan, 1999)
B. Patofisiologi/pathways
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.
Pathways: Penyebab: belum diketahui
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.
Pathways: Penyebab: belum diketahui
C. Tanda dan Gejala
Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan peradangan.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.
Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan peradangan.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi.
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan atau histerektomi.
Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan atau histerektomi.
F. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:
1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan
abnormal)
2. Infertilitas, anovulasi
3. Nulipara
4. Keterlambatan menopause
5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.
2. Infertilitas, anovulasi
3. Nulipara
4. Keterlambatan menopause
5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.
G. Pengkajian sekunder
1. Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya
mioma, diagnosis banding
dengan kehamilan.
2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri
2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
I. Intervensi Keperawatan.
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut terasa mules.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil:
- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
- Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C
N : 80-100 x/m
RR : 16-24x/m
TD : Sistole : 100-130 mmHg
Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.
- Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
- Monitor tanda-tanda vital
- Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
- Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
- Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV.
DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Tujuan : Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan rasa cemas berkurang
- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
- Klien mengerti tentang penyakitnya.
- Klien tampak rileks.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.
- Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama.
- Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
- Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya.
- Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
- Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
- Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut terasa mules.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil:
- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
- Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C
N : 80-100 x/m
RR : 16-24x/m
TD : Sistole : 100-130 mmHg
Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.
- Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
- Monitor tanda-tanda vital
- Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
- Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
- Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV.
DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Tujuan : Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan rasa cemas berkurang
- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
- Klien mengerti tentang penyakitnya.
- Klien tampak rileks.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.
- Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama.
- Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
- Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya.
- Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
- Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
- Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.
3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d.
perdarahan pervaginam berlebihan. Ditandai dengan :
DO : adanya perdarahan pervaginam
DS : -
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.
DO : adanya perdarahan pervaginam
DS : -
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
- Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
- Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
- Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
- Observasi pendarahan
- Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.
- Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
- Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
- Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
- Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
- Observasi pendarahan
- Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak
adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia).
DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.
DS : -
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
- Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
- Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
- Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.
- Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.
DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.
DS : -
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
- Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
- Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
- Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.
- Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif
Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.
2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
|
DISFUNGSIONAL
UTERINE BLEEDING (DUB)
LAPORAN
PENDAHULUAN
DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
(DUB)
I. Pengertian
DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDINGAdalah perdarahan normal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormone (ovum – indung telur – rahim) tanpa kelainan organ.
II. Gejala DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian sering pada manarke atau masa pre-menopause.
III. Faktor Penyebab DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Sampai saat ini penyebab belum diketahui secara pasti, beberapa kondisi yang dilakukan dengan perdarahan rahim disitu , antara lain :
1. Kegemukan
2. Faktor kejiwaan
3. Alat kontrasepsi hormonal
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine diyices)
5. Beberapa penyakit seperti :
a. Trombositopenia, kencing manis
b. Tumor organ reproduksi, kista ovarium, infeksi vagina.
IV. Diagnosa DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Untuk menegakkan diagnosa langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan penyebab terjadinya perdarahan rahim.
b. Pemeriksaan khusus menyingkirkan kemungkinan kelainan organ sebagai penyebab perdarahan abnormal, misalnya perlukan, polip leher rahim, infeksi abortus, tumor
c. Pemeriksaan organ reproduksi (ginekolosis)
V. Pengobatan DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, ternyata tidak ditemukan penyakit lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan :
1. Menghentikan pendarahan
Langkah-langkah untuk menghentikan perdarahan
a. Kuret
b. Obat
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah karena relatif menguntungkan karena sudah membebani kinerja luar dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah.
2) Obat kombinasi
Diberikan secara bertahap jika perdarahan banyak.
3) Golongan progesteron
c. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi misalnya pemberian :
- Golongan progesterone atau tablet diminum selama 10 hari
d. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 85%
VI. Prakiran Hasil Pengobatan DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Hasil pengobatan bergantung pada proses pergerakan penyakit (patofisiologis) :
1. Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 96%
2. Pada wanita mudah yang sebagian besar terjadi dalam siklus normal (anovulasi) dapat diobati dengan baik.
Nursing Care Plan
1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik
Definisi :
Yaitu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual/ potensial kerusakan jaringan menggambarkan adanya kerusakan, intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diprediksi dan durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan
a. Klien mampu mencapai level nyaman pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan secara fisik sehat
2. Melaporkan puas dapat mengontrol nyeri
3. Melaporkan secara psikologis baik
4. Mengekspresikan puas dengan fisiknya
5. Mengekspresikan puas dengan hubungan sosial
6. Mengekspresikan puas secara spiritual
7. Melaporkan puas dengan kemandiriannya
8. Puas terhadap kemampuan mengontrol nyeri
Keterangan :
1 = tidak pernah
2 = jarang
3 = kadang-kadang
4 = sering
5 = selalu
b. Klien mampu mengontrol nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Mengenal onset/ lama nyeri
3. Melakukan langkah pencegahan
4. Menggunakan pencegahan non invasif
5. Menggunakan analgetik yang sesuai
6. Melaporkan bila ada tanda awal nyeri
7. Melaporkan tanda-tanda nyeri
8. Menggunakan sumber-sumber yang ada
Keterangan :
1 = tidak pernah bisa melakukan
2 = jarang bisa melakukan
3 = kadang-kadang bisa melakukan
4 = sering bisa melakukan
5 = selalu dapat melakukan
c. Klien mampu menyebutkan efek mengganggu dari nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Gangguan hubungan interpersonal
2. Gangguan penampilan/ aktivitas
3. Ketidaksesuaian bekerja yang diharapkan
4. Ketidaksesuaian kenyamanan hidup yang diinginkan
5. Ketidaksesuaian kontrol diri yang diharapkan
6. Gangguan emosi
7. Kehilangan kesabaran
8. Gangguan tidur
9. Kelemahan mobilitas fisik
10. Kelemahan perawatan diri
11. Kesulitan makan/ menelan
12. Gangguan eliminasi
13. Gangguan nafsu makan
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
d. Klien mampu mengurangi level nyeri pada tanggal …
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan nyeri
2. Bagian tubuh yang nyeri
3. Frekuensi nyeri
4. Lamanya serangan nyeri
5. Ekspresi wajah
6. Tonus otot
7. Keringat dingin
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
Intervensi :
1. Observasi nyeri
2. Identifikasi penyebab nyeri hebat yang tidak turun
3. Anjurkan klien untuk melaporkan pengalaman dan metode menangani nyeri yang terakhir dilakukan
4. Berikan posisi yang nyaman bagi klien
5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri
6. Laksanakan terapi dokter untuk pemberian analgesic sesuai dosis
2. Risiko infeksi
Definisi :
Keadaan dimana terjadi peningkatan resiko terpapar mikroorganisme pathogen.
Tujuan :
a. Klien mampu mencegah status infeksi pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Nyeri saat berkemih
3. Demam
4. Nyeri
5. Menggigil/ kedinginan
6. Gangguan kognitif
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
b. Klien mampu mencapai status kekebalan tubuh pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Tidak ada infeksi berulang
2. BB dalam batas normal
3. Suhu tubuh DBN
4. Keutuhan kulit
5. Hitung jenis leukosit DBN
Keterangan :
1 = sangat tidak sesuai
2 = agak tidak sesuai
3 = kadang tidak sesuai
4 = jarang tidak sesuai
5 = sesuai
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi
2. Monitor dan catat pemeriksaan terutama leukosit
3. Lakukan semua tindakan invasive perawatan luka
4. Perawatan alat medis invasive dengan prinsip steril
5. Beri penjelasan pada klien dan keluarga cara pengontrolan
6. Infeksi termasuk cuci tangan, faktor resiko, cara mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
3. Resiko kekurangan volume cairan
Definisi :
Resiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler dan intrasel
Faktor resiko :
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (status hipermetabolik)
- Pengobatan deuritik
- Kehilangan cairan melalui jalur abnormal
- Kurangnya pengetahuan tentang volume cairan
- Banyaknya kehilangan cairan melalui jalur normal
- Usia lanjut
Tujuan :
Cairan intrasel dan ekstrasel dalam tubuh klien seimbang setelah perawatan pada tanggal…
Kriteria hasil :
Keseimbangan cairan
Indikator 1 2 3 4 5
1. TD IER
2. Tekanan
3. Arteri rata-rata IER
4. Tekanan vena sentral IER
5. BB stabil
6. Tidak ada edema, peridetal
7. Tidak terjadi kebisingan
8. Hidrasi kulit
9. Elektrolit serum DBN
10. Hematokrit DBN
IER = dalam tingkat nilai yang diharapkan
Keterangan :
1 = sangat dikompromi
2 = sering dikompromi
3 = kadang dikompromi
4 = jarang dikompromi
5 = tidak dapat dikompromi
Intervensi :
1. Manajemen elektrolit
• Monitor elektrolit sebelum abnormal
• Monitor manifestasi keseimbangan cairan
• Berikan cairan
• Pertahankan keakuratan intake dan output
• Berikan elektrolit tindakan tambahan (oral, NGT, 10) sesuai resep
• Ajarkan pasien dengan keluarga tentang tipe, penyebab, treamorit dalam keseimbangan cairan.
2. Manajemen cairan
• Naikkan masukan obat oral
3. Cairan intravena
• Berikan cairan IV temperatur ruang
• Monitor kelebihan cairan dan reaksi fisik
DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
(DUB)
I. Pengertian
DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDINGAdalah perdarahan normal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormone (ovum – indung telur – rahim) tanpa kelainan organ.
II. Gejala DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian sering pada manarke atau masa pre-menopause.
III. Faktor Penyebab DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Sampai saat ini penyebab belum diketahui secara pasti, beberapa kondisi yang dilakukan dengan perdarahan rahim disitu , antara lain :
1. Kegemukan
2. Faktor kejiwaan
3. Alat kontrasepsi hormonal
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine diyices)
5. Beberapa penyakit seperti :
a. Trombositopenia, kencing manis
b. Tumor organ reproduksi, kista ovarium, infeksi vagina.
IV. Diagnosa DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Untuk menegakkan diagnosa langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan penyebab terjadinya perdarahan rahim.
b. Pemeriksaan khusus menyingkirkan kemungkinan kelainan organ sebagai penyebab perdarahan abnormal, misalnya perlukan, polip leher rahim, infeksi abortus, tumor
c. Pemeriksaan organ reproduksi (ginekolosis)
V. Pengobatan DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, ternyata tidak ditemukan penyakit lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan :
1. Menghentikan pendarahan
Langkah-langkah untuk menghentikan perdarahan
a. Kuret
b. Obat
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah karena relatif menguntungkan karena sudah membebani kinerja luar dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah.
2) Obat kombinasi
Diberikan secara bertahap jika perdarahan banyak.
3) Golongan progesteron
c. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi misalnya pemberian :
- Golongan progesterone atau tablet diminum selama 10 hari
d. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 85%
VI. Prakiran Hasil Pengobatan DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING
Hasil pengobatan bergantung pada proses pergerakan penyakit (patofisiologis) :
1. Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 96%
2. Pada wanita mudah yang sebagian besar terjadi dalam siklus normal (anovulasi) dapat diobati dengan baik.
Nursing Care Plan
1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik
Definisi :
Yaitu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual/ potensial kerusakan jaringan menggambarkan adanya kerusakan, intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diprediksi dan durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan
a. Klien mampu mencapai level nyaman pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan secara fisik sehat
2. Melaporkan puas dapat mengontrol nyeri
3. Melaporkan secara psikologis baik
4. Mengekspresikan puas dengan fisiknya
5. Mengekspresikan puas dengan hubungan sosial
6. Mengekspresikan puas secara spiritual
7. Melaporkan puas dengan kemandiriannya
8. Puas terhadap kemampuan mengontrol nyeri
Keterangan :
1 = tidak pernah
2 = jarang
3 = kadang-kadang
4 = sering
5 = selalu
b. Klien mampu mengontrol nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Mengenal onset/ lama nyeri
3. Melakukan langkah pencegahan
4. Menggunakan pencegahan non invasif
5. Menggunakan analgetik yang sesuai
6. Melaporkan bila ada tanda awal nyeri
7. Melaporkan tanda-tanda nyeri
8. Menggunakan sumber-sumber yang ada
Keterangan :
1 = tidak pernah bisa melakukan
2 = jarang bisa melakukan
3 = kadang-kadang bisa melakukan
4 = sering bisa melakukan
5 = selalu dapat melakukan
c. Klien mampu menyebutkan efek mengganggu dari nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Gangguan hubungan interpersonal
2. Gangguan penampilan/ aktivitas
3. Ketidaksesuaian bekerja yang diharapkan
4. Ketidaksesuaian kenyamanan hidup yang diinginkan
5. Ketidaksesuaian kontrol diri yang diharapkan
6. Gangguan emosi
7. Kehilangan kesabaran
8. Gangguan tidur
9. Kelemahan mobilitas fisik
10. Kelemahan perawatan diri
11. Kesulitan makan/ menelan
12. Gangguan eliminasi
13. Gangguan nafsu makan
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
d. Klien mampu mengurangi level nyeri pada tanggal …
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan nyeri
2. Bagian tubuh yang nyeri
3. Frekuensi nyeri
4. Lamanya serangan nyeri
5. Ekspresi wajah
6. Tonus otot
7. Keringat dingin
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
Intervensi :
1. Observasi nyeri
2. Identifikasi penyebab nyeri hebat yang tidak turun
3. Anjurkan klien untuk melaporkan pengalaman dan metode menangani nyeri yang terakhir dilakukan
4. Berikan posisi yang nyaman bagi klien
5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri
6. Laksanakan terapi dokter untuk pemberian analgesic sesuai dosis
2. Risiko infeksi
Definisi :
Keadaan dimana terjadi peningkatan resiko terpapar mikroorganisme pathogen.
Tujuan :
a. Klien mampu mencegah status infeksi pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Nyeri saat berkemih
3. Demam
4. Nyeri
5. Menggigil/ kedinginan
6. Gangguan kognitif
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
b. Klien mampu mencapai status kekebalan tubuh pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Tidak ada infeksi berulang
2. BB dalam batas normal
3. Suhu tubuh DBN
4. Keutuhan kulit
5. Hitung jenis leukosit DBN
Keterangan :
1 = sangat tidak sesuai
2 = agak tidak sesuai
3 = kadang tidak sesuai
4 = jarang tidak sesuai
5 = sesuai
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi
2. Monitor dan catat pemeriksaan terutama leukosit
3. Lakukan semua tindakan invasive perawatan luka
4. Perawatan alat medis invasive dengan prinsip steril
5. Beri penjelasan pada klien dan keluarga cara pengontrolan
6. Infeksi termasuk cuci tangan, faktor resiko, cara mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
3. Resiko kekurangan volume cairan
Definisi :
Resiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler dan intrasel
Faktor resiko :
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (status hipermetabolik)
- Pengobatan deuritik
- Kehilangan cairan melalui jalur abnormal
- Kurangnya pengetahuan tentang volume cairan
- Banyaknya kehilangan cairan melalui jalur normal
- Usia lanjut
Tujuan :
Cairan intrasel dan ekstrasel dalam tubuh klien seimbang setelah perawatan pada tanggal…
Kriteria hasil :
Keseimbangan cairan
Indikator 1 2 3 4 5
1. TD IER
2. Tekanan
3. Arteri rata-rata IER
4. Tekanan vena sentral IER
5. BB stabil
6. Tidak ada edema, peridetal
7. Tidak terjadi kebisingan
8. Hidrasi kulit
9. Elektrolit serum DBN
10. Hematokrit DBN
IER = dalam tingkat nilai yang diharapkan
Keterangan :
1 = sangat dikompromi
2 = sering dikompromi
3 = kadang dikompromi
4 = jarang dikompromi
5 = tidak dapat dikompromi
Intervensi :
1. Manajemen elektrolit
• Monitor elektrolit sebelum abnormal
• Monitor manifestasi keseimbangan cairan
• Berikan cairan
• Pertahankan keakuratan intake dan output
• Berikan elektrolit tindakan tambahan (oral, NGT, 10) sesuai resep
• Ajarkan pasien dengan keluarga tentang tipe, penyebab, treamorit dalam keseimbangan cairan.
2. Manajemen cairan
• Naikkan masukan obat oral
3. Cairan intravena
• Berikan cairan IV temperatur ruang
• Monitor kelebihan cairan dan reaksi fisik
DISFUNGSIONAL
UTERINE BLEEDING (DUB) 12 Februari 2011
i
1 Vote
I. Pengertian
Adalah perdarahan normal yang dapat terjadi di dalam
siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme
pengaturan hormone (ovum – indung telur – rahim) tanpa kelainan organ.
II. Gejala
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam
siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus
atau banyak dan berulang. Kejadian sering pada manarke atau masa pre-menopause.
III. Faktor Penyebab
Sampai saat ini penyebab belum diketahui secara
pasti, beberapa kondisi yang dilakukan dengan perdarahan rahim disitu , antara
lain :
1. Kegemukan
2. Faktor kejiwaan
3. Alat kontrasepsi
hormonal
4. Alat kontrasepsi
dalam rahim (intra uterine diyices)
5. Beberapa penyakit
seperti :
· Trombositopenia,
kencing manis
· Tumor
organ reproduksi, kista ovarium, infeksi vagina.
IV. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
1. Wawancara
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan
umum ditujukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan penyebab terjadinya
perdarahan rahim.
b. Pemeriksaan khusus
menyingkirkan kemungkinan kelainan organ sebagai penyebab perdarahan abnormal,
misalnya perlukan, polip leher rahim, infeksi abortus, tumor
c. Pemeriksaan
organ reproduksi (ginekolosis)
V. Pengobatan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah
menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, ternyata tidak ditemukan
penyakit lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip
pengobatan :
1. Menghentikan
pendarahan
Langkah-langkah untuk menghentikan perdarahan
a. Kuret
b. Obat
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah karena relatif
menguntungkan karena sudah membebani kinerja luar dan tidak menimbulkan
gangguan pembekuan darah.
2) Obat kombinasi
Diberikan secara bertahap jika perdarahan banyak.
3) Golongan
progesteron
c. Mengatur
menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti langkah selanjutnya
adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi misalnya pemberian :
- Golongan progesterone atau tablet diminum selama
10 hari
d. Transfusi jika
kadar hemoglobin kurang dari 85%
VI. Prakiran Hasil Pengobatan
Hasil pengobatan bergantung pada proses pergerakan
penyakit (patofisiologis) :
1. Penegakan diagnosa
yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan
hingga 96%
2. Pada wanita mudah
yang sebagian besar terjadi dalam siklus normal (anovulasi) dapat diobati
dengan baik.
Nursing Care Plan
1. Nyeri akut ybd agen
injuri fisik
Definisi :
Yaitu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual/ potensial kerusakan jaringan menggambarkan
adanya kerusakan, intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diprediksi
dan durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan
a. Klien mampu
mencapai level nyaman pada tanggal…
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Melaporkan secara fisik sehat
|
|
|
|
|
|
2.
Melaporkan puas dapat mengontrol nyeri
|
|
|
|
|
|
3.
Melaporkan secara psikologis baik
|
|
|
|
|
|
4.
Mengekspresikan puas dengan fisiknya
|
|
|
|
|
|
5.
Mengekspresikan puas dengan hubungan sosial
|
|
|
|
|
|
6.
Mengekspresikan puas secara spiritual
|
|
|
|
|
|
7.
Melaporkan puas dengan kemandiriannya
|
|
|
|
|
|
8.
Puas terhadap kemampuan mengontrol nyeri
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = tidak pernah
2 = jarang
3 = kadang-kadang
4 = sering
5 = selalu
b. Klien mampu
mengontrol nyeri pada tanggal…
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Mengenal faktor pencetus nyeri
|
|
|
|
|
|
2.
Mengenal onset/ lama nyeri
|
|
|
|
|
|
3.
Melakukan langkah pencegahan
|
|
|
|
|
|
4.
Menggunakan pencegahan non invasif
|
|
|
|
|
|
5.
Menggunakan analgetik yang sesuai
|
|
|
|
|
|
6.
Melaporkan bila ada tanda awal nyeri
|
|
|
|
|
|
7.
Melaporkan tanda-tanda nyeri
|
|
|
|
|
|
8.
Menggunakan sumber-sumber yang ada
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = tidak pernah bisa melakukan
2 = jarang bisa melakukan
3 = kadang-kadang bisa melakukan
4 = sering bisa melakukan
5 = selalu dapat melakukan
c. Klien mampu
menyebutkan efek mengganggu dari nyeri pada tanggal…
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Gangguan hubungan interpersonal
|
|
|
|
|
|
2.
Gangguan penampilan/ aktivitas
|
|
|
|
|
|
3.
Ketidaksesuaian bekerja yang diharapkan
|
|
|
|
|
|
4.
Ketidaksesuaian kenyamanan hidup yang diinginkan
|
|
|
|
|
|
5.
Ketidaksesuaian kontrol diri yang diharapkan
|
|
|
|
|
|
6.
Gangguan emosi
|
|
|
|
|
|
7.
Kehilangan kesabaran
|
|
|
|
|
|
8.
Gangguan tidur
|
|
|
|
|
|
9.
Kelemahan mobilitas fisik
|
|
|
|
|
|
10.
Kelemahan perawatan diri
|
|
|
|
|
|
11.
Kesulitan makan/ menelan
|
|
|
|
|
|
12.
Gangguan eliminasi
|
|
|
|
|
|
13.
Gangguan nafsu makan
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
d. Klien mampu
mengurangi level nyeri pada tanggal …
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Melaporkan nyeri
|
|
|
|
|
|
2.
Bagian tubuh yang nyeri
|
|
|
|
|
|
3.
Frekuensi nyeri
|
|
|
|
|
|
4.
Lamanya serangan nyeri
|
|
|
|
|
|
5.
Ekspresi wajah
|
|
|
|
|
|
6.
Tonus otot
|
|
|
|
|
|
7.
Keringat dingin
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
Intervensi :
1. Observasi nyeri
2. Identifikasi
penyebab nyeri hebat yang tidak turun
3. Anjurkan klien
untuk melaporkan pengalaman dan metode menangani nyeri yang terakhir dilakukan
4. Berikan posisi yang
nyaman bagi klien
5. Ajarkan teknik
relaksasi dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri
6. Laksanakan terapi
dokter untuk pemberian analgesic sesuai dosis
2. Risiko infeksi
Definisi :
Keadaan dimana terjadi peningkatan resiko terpapar
mikroorganisme pathogen.
Tujuan :
a. Klien mampu
mencegah status infeksi pada tanggal…
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Mengenal faktor pencetus nyeri
|
|
|
|
|
|
2.
Nyeri saat berkemih
|
|
|
|
|
|
3.
Demam
|
|
|
|
|
|
4.
Nyeri
|
|
|
|
|
|
5.
Menggigil/ kedinginan
|
|
|
|
|
|
6.
Gangguan kognitif
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
b. Klien mampu
mencapai status kekebalan tubuh pada tanggal…
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Tidak ada infeksi berulang
|
|
|
|
|
|
2.
BB dalam batas normal
|
|
|
|
|
|
3.
Suhu tubuh DBN
|
|
|
|
|
|
4.
Keutuhan kulit
|
|
|
|
|
|
5.
Hitung jenis leukosit DBN
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1 = sangat tidak sesuai
2 = agak tidak sesuai
3 = kadang tidak sesuai
4 = jarang tidak sesuai
5 = sesuai
Intervensi :
1. Observasi
tanda-tanda infeksi
2. Monitor dan catat
pemeriksaan terutama leukosit
3. Lakukan semua
tindakan invasive perawatan luka
4. Perawatan alat
medis invasive dengan prinsip steril
5. Beri penjelasan
pada klien dan keluarga cara pengontrolan
6. Infeksi termasuk
cuci tangan, faktor resiko, cara mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian antibiotic
3. Resiko kekurangan
volume cairan
Definisi :
Resiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler dan
intrasel
Faktor resiko :
-
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (status hipermetabolik)
-
Pengobatan deuritik
-
Kehilangan cairan melalui jalur abnormal
-
Kurangnya pengetahuan tentang volume cairan
-
Banyaknya kehilangan cairan melalui jalur normal
-
Usia lanjut
Tujuan :
Cairan intrasel dan ekstrasel dalam tubuh klien
seimbang setelah perawatan pada tanggal…
Kriteria hasil :
Keseimbangan cairan
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
TD IER
|
|
|
|
|
|
2.
Tekanan
|
|
|
|
|
|
3.
Arteri rata-rata IER
|
|
|
|
|
|
4.
Tekanan vena sentral IER
|
|
|
|
|
|
5.
BB stabil
|
|
|
|
|
|
6.
Tidak ada edema, peridetal
|
|
|
|
|
|
7.
Tidak terjadi kebisingan
|
|
|
|
|
|
8.
Hidrasi kulit
|
|
|
|
|
|
9.
Elektrolit serum DBN
|
|
|
|
|
|
10.
Hematokrit DBN
|
|
|
|
|
|
IER = dalam tingkat nilai yang diharapkan
Keterangan :
1 = sangat dikompromi
2 = sering dikompromi
3 = kadang dikompromi
4 = jarang dikompromi
5 = tidak dapat dikompromi
Intervensi :
1. Manajemen
elektrolit
· Monitor
elektrolit sebelum abnormal
· Monitor
manifestasi keseimbangan cairan
· Berikan
cairan
· Pertahankan
keakuratan intake dan output
· Berikan
elektrolit tindakan tambahan (oral, NGT, 10) sesuai resep
· Ajarkan
pasien dengan keluarga tentang tipe, penyebab, treamorit dalam keseimbangan
cairan.
2. Manajemen cairan
· Naikkan
masukan obat oral
3. Cairan intravena
· Berikan
cairan IV temperatur ruang
· Monitor
kelebihan cairan dan reaksi fisik
ASUHAN
KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGI
A. DEFINISI
Post partum risiko:
• Perdarahan post partum
• Infeksi post partum
• Tromboembolok
• Masalah psikologis post partum
Perdarahan post partum/post partum hemorrhage (HPP) adalah kehilangan 500 ml darah pada persalinan normal (per vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC àpenyebab kematian pada ibu.
Perdarahan post partum dibedakan menjadi dua:
- HPP dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam.
- HPP lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6 minggu.
B. ETIOLOGI
HPP primer:
ü Atonia uteri (1 dari 20 persalinan), tersering
ü Retensi plasenta
ü Laserasi jalan lahir
ü Ruptur uteri
ü Gangguan pembekuan darah
HPP sekunder:
ü Retensi sisa plasenta
ü Sub involusi
ü Endometritis
C. FAKTOR RISIKO
§ Kelahiran SC
§ Bayi besar
§ Persalinan dengan tindakan forsep/VE
§ Riwayat HPP
§ Multiparitas
§ Manipulasi intrauterin/manual plasenta
§ Penggunaan MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan
D. MANIFESTASI KLINIS
HPP Primer
Ø Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi
Ø Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam) Ø Perdarahan > 500 cc/24 jam
Ø Distensi kandung kemih
HPP Sekunder
Ø Perdarahan kadang banyak kadang sedikit
Ø Perdarahan dengan bekuan àsisa plasenta
Ø Terdapat tanda subinvolusi
Ø Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
Ø Kenaikan suhu badan
E. KOMPLIKASI
- Syok
- Syok dapat diatasi à anemia dan infeksi
- Sepsis
- Kegagalan fungsi ginjal
F. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian HPP Primer
- Kaji tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi, suara nafas, suara jantung (murmur), warna kulit, tingkat kesadaran, kapiler refill, urin output, vena leher, membran mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan.
- Faktor risiko dan predisposisi
- Pengkajian fundus: kontraksi lemah, TFU
- Kaji perdarahan (warna dan jumlah)
- Kaji adanya laserasi atau hematom yang mungkin menjadi sumber perdarahan.
- Vital sign (takikardi, takipneu, hipotensi)
- Distensi blader
2. Pengkajian HPP Sekunder
HPP sekunder sering terjadi ketika klien sudah pulang, oleh karena itu, discharge planning diperlukan sebelum klien pulang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit volume cairan
Risiko infeksi
Perubahan perfusi jaringan perifer
Perubahan proses menjadi orang tua
Cemas
INTERVENSI
ü Manajemen dan monitor cairan
ü Atasi perdarahan
ü Kontrol infeksi
ü Kontrol kecemasan
Post partum risiko:
• Perdarahan post partum
• Infeksi post partum
• Tromboembolok
• Masalah psikologis post partum
Perdarahan post partum/post partum hemorrhage (HPP) adalah kehilangan 500 ml darah pada persalinan normal (per vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC àpenyebab kematian pada ibu.
Perdarahan post partum dibedakan menjadi dua:
- HPP dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam.
- HPP lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6 minggu.
B. ETIOLOGI
HPP primer:
ü Atonia uteri (1 dari 20 persalinan), tersering
ü Retensi plasenta
ü Laserasi jalan lahir
ü Ruptur uteri
ü Gangguan pembekuan darah
HPP sekunder:
ü Retensi sisa plasenta
ü Sub involusi
ü Endometritis
C. FAKTOR RISIKO
§ Kelahiran SC
§ Bayi besar
§ Persalinan dengan tindakan forsep/VE
§ Riwayat HPP
§ Multiparitas
§ Manipulasi intrauterin/manual plasenta
§ Penggunaan MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan
D. MANIFESTASI KLINIS
HPP Primer
Ø Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi
Ø Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam) Ø Perdarahan > 500 cc/24 jam
Ø Distensi kandung kemih
HPP Sekunder
Ø Perdarahan kadang banyak kadang sedikit
Ø Perdarahan dengan bekuan àsisa plasenta
Ø Terdapat tanda subinvolusi
Ø Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
Ø Kenaikan suhu badan
E. KOMPLIKASI
- Syok
- Syok dapat diatasi à anemia dan infeksi
- Sepsis
- Kegagalan fungsi ginjal
F. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian HPP Primer
- Kaji tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi, suara nafas, suara jantung (murmur), warna kulit, tingkat kesadaran, kapiler refill, urin output, vena leher, membran mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan.
- Faktor risiko dan predisposisi
- Pengkajian fundus: kontraksi lemah, TFU
- Kaji perdarahan (warna dan jumlah)
- Kaji adanya laserasi atau hematom yang mungkin menjadi sumber perdarahan.
- Vital sign (takikardi, takipneu, hipotensi)
- Distensi blader
2. Pengkajian HPP Sekunder
HPP sekunder sering terjadi ketika klien sudah pulang, oleh karena itu, discharge planning diperlukan sebelum klien pulang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit volume cairan
Risiko infeksi
Perubahan perfusi jaringan perifer
Perubahan proses menjadi orang tua
Cemas
INTERVENSI
ü Manajemen dan monitor cairan
ü Atasi perdarahan
ü Kontrol infeksi
ü Kontrol kecemasan
0
komentar:
Poskan
Komentar
LAPORAN
PENDAHULUAN PADA POST SC
A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2.
Etiologi
Indikasi
SC :
Indikasi
klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a.
Prolog labour sampai neglected labour.
b.
Ruptura uteri imminen
c. Fetal
distress
d. Janin
besar melebihi 4000 gr
e.
Perdarahan antepartum
(Manuaba,
I.B, 2001)
Sedangkan
indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah :
a.
Malpersentasi janin
1. Letak
lintang
Bila
terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup
dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara
dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak
belakang
Sectio
caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit,
primigravida, janin besar dan berharga.
b.
Plasenta previa sentralis dan lateralis
c.
Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d.
Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak
lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins),
distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
e.
Partus lama
f.
Partus tidak maju
g.
Pre-eklamsia dan hipertensi
h.
Distosia serviks
3.
Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan
melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan
dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea
dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
4. Jenis
- Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a.
Abdomen (SC Abdominalis)
1.
Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio
caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio
caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2.
Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan
sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak
membuka kavum abdominalis.
b.
Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut
arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
Sayatan
memanjang (longitudinal)
Sayatan
melintang (tranversal)
Sayatan
huruf T (T Insisian)
c.
Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan
:
Mengeluarkan
janin lebih memanjang
Tidak
menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
:
Infeksi
mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
Untuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura
uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka
SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada
akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.
Untuk
mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah
mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh
dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d.
Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan
dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan
:
Penjahitan
luka lebih mudah
Penutupan
luka dengan reperitonialisasi yang baik
Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga
perineum
Perdarahan
kurang
Dibandingkan
dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan
:
Luka
dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri
uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Keluhan
utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
5. Komplikasi
a.
Infeksi Puerperalis
Komplikasi
ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan
lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b.
Perdarahan
Perdarahan
banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri
c.
Komplikasi - komplikasi lain seperti :
Luka
kandung kemih
Embolisme
paru - paru
d. Suatu
komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6.
Prognosis
Dengan
kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup,
pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian
di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000.
Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau
gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak
yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara -
negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian
perinatal sekitar 4 - 7%
(Mochtar,
1998)
7.
Patofisiologi
Adanya
beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam
proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya
informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -
saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8.
Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin
atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit
(WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes
golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis
/ kultur urine
Pemeriksaan
elektrolit
9.
Penatalaksanaan Medis Post SC
a.
Pemberian cairan
Karena
24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian
cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih
dan air teh.
c.
Mobilisasi
Mobilisasi
dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring
kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian
posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya
selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
d.
Kateterisasi
Kandung
kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e.
Pemberian obat-obatan
1.
Antibiotik
Cara
pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2.
Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a)
Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral
= tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c)
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3.
Obat-obatan lain
Untuk
meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
f.
Perawatan luka
Kondisi
balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g.
Perawatan rutin
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
(Manuaba,
1999)
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Identitas
klien dan penanggung
Keluhan
utama klien saat ini
Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
Riwayat
penyakit keluarga
Keadaan
klien meliputi :
a.
Sirkulasi
Hipertensi
dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b.
Integritas ego
Dapat
menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau
refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional
dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c.
Makanan dan cairan
Abdomen
lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d.
Neurosensori
Kerusakan
gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri
/ ketidaknyamanan
Mungkin
mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih
, efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f.
Pernapasan
Bunyi
paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g.
Keamanan
Balutan
abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h.
Seksualitas
Fundus
kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
c.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
d.
Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e.
Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri
akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) Setelah diberikan
asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang /
terkontrol dengan kriteria hasil :
Klien
melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
Wajah
tidak tampak meringis
Klien
tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
1.
Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2.
Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji
efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4.
Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)
5.
Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6.
Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi
(SC) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan klien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
Tidak
terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
Suhu dan
nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/
menit)
WBC
dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
1.
Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
2. Kaji
adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
4.
Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai
indikasi
5.
Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh
luka
6.
Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel
darah putih
7.
Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan
8.
Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9.
Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang
dengan kriteria hasil :
Klien
terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
Klien
mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
1. Kaji
respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
2. Tetap
bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3.
Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan
4.
Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5.
Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi
6.
Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
7.
Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal
4.
Implementasi
Implementasi
disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes,
Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba,
I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
Manuaba,
I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono,
Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
POST
SC
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
POST SC
A. PENGERTIAN
Operasi caesarea adalah kelahiran janin cukup bulan hidup melalui insisi sayatan) pada dinding perut dan rahim bagian depan.
SC (Sectio caesarea) adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Jadi sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
B. ETIOLOGI
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
a. Pada Ibu :
• disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Plasenta previa
• His lemah / melemah
b. Pada Anak :
• Janin besar
• Gawat janin
• Letak lingtang
• Hydrocephalus
Kontra indikasi sectio caesaria : pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).
C. KLASIFIKASI
1. Sektio caesaria abdominalis
Tipe operasi sektio caesaria :
• Sektio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.
• Sektio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
2. Sectio caesaria transperitonialis yang terdiri dari :
• Sektio caesaria ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
• Sektio Caesaria vaginalis. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3. Sayatan huruf T (T-incision)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
E. PATOFISIOLOGI
Kelemahan Umum, partus tidak maju/partus lama, penyakit Jantung,
Placenta Previa dengan perdarahan hebat atau Placenta previa marginalis
Pintu vagina lemah, tumor vagina tumor cervic
Kehamilan Serotinus (lebih dari 42 minggu)
Distocia karena kekurangan his
Prolapsus Foniculli
Sectio Caesarea
Kurang Pengetahuan
Perdarahan Nyeri Abdomen Perlukaan
Gangguan Rasa Nyaman
Devisit Vol. Cairan Gangguan Aktivitas Resiko Infeksi
F. KOMPLIKASI
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
• Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
• Pemantauan EKG
• JDL dengan diferensial
• Elektrolit
• Hemoglobin/Hematokrit
• Golongan dan pencocokan silang darah
• Urinalisis
• Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
• Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
• Ultrasound sesuai pesanan
• Periksa tekanan darah
• frekuensi nadi dan pernafasan
• ukur jumlah urin yang tertampung dikantong urin
• periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi
• Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan
• Catat lama operasi
• jenis kelamin
• nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir
• lembar operasi ditandatangani oleh operator.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
§ Semua pakaian ketat dibuka
§ Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
§ Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
§ Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
§ Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
§ Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Y Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Y Kejang demam yang mempunyai ciri :
- Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
- Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
- Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus).
2. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.
3. Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis.
4. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.
5. Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan.
• Adanya defisiensi imun.
• Munculnya kanker/adanya terapi kanker.
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi.
• Riwayat penyakit hepatic.
• Riwayat tranfusi darah.
• Tanda munculnya proses infeksi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi.
4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi..
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a. Kaji kondisi status hemodinamika. Rasionalnya Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah.
b. Ukur pengeluaran harian. Rasionalnya Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian.
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian. Rasionalnya Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
d. Evaluasi status hemodinamika. Rasionalnya Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
Dx 2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas. Rasionalnya Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum. Rasionalnya Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi.
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. Rasionalnya Mengistiratkan klilen secara optimal.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien. Rasionalnya Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas. Rasionalnya Menilai kondisi umum klien.
Dx 3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Intervensi:
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien. Rasionalnya Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya. Rasinalnya Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
c. Ajarkan teknik distraksi. Rasionalnya Pengurangan persepsi nyeri.
d. Kolaborasi pemberian analgetika. Rasionalnya Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
Dx 4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.
Intervensi:
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi. Rasionalnya Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi. Rasionalnya Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart. Rasionalnya Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
d. Lakukan perawatan luka. Rasionalnya Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi. Rasionalnya Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
Dx 5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
Tujuan : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan melahirkan sesar.
Intervensi :
a. Diskusikan tentang perawatan insisi, gejala infeksi dan pentingnya diet nutrisi.
b. Jelaskan tentang pentingnya periode istirahat terencana.
c. Jelaskan bahwa lochia dapat berlanjut selama 3 – 4 minggu, berubah dari merah ke coklat sampai putih.
d. Jelaskan pentingnya latihan, tidak mulai latiha keras sampai diizinkan oleh dokter.
e. Jelaskan tentang perawatan payudara dan ekspresi manual bila menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. 2001. Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M. E,. 2000. Rencana askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
POST SC
A. PENGERTIAN
Operasi caesarea adalah kelahiran janin cukup bulan hidup melalui insisi sayatan) pada dinding perut dan rahim bagian depan.
SC (Sectio caesarea) adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Jadi sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
B. ETIOLOGI
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
a. Pada Ibu :
• disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Plasenta previa
• His lemah / melemah
b. Pada Anak :
• Janin besar
• Gawat janin
• Letak lingtang
• Hydrocephalus
Kontra indikasi sectio caesaria : pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).
C. KLASIFIKASI
1. Sektio caesaria abdominalis
Tipe operasi sektio caesaria :
• Sektio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.
• Sektio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
2. Sectio caesaria transperitonialis yang terdiri dari :
• Sektio caesaria ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
• Sektio Caesaria vaginalis. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3. Sayatan huruf T (T-incision)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
E. PATOFISIOLOGI
Kelemahan Umum, partus tidak maju/partus lama, penyakit Jantung,
Placenta Previa dengan perdarahan hebat atau Placenta previa marginalis
Pintu vagina lemah, tumor vagina tumor cervic
Kehamilan Serotinus (lebih dari 42 minggu)
Distocia karena kekurangan his
Prolapsus Foniculli
Sectio Caesarea
Kurang Pengetahuan
Perdarahan Nyeri Abdomen Perlukaan
Gangguan Rasa Nyaman
Devisit Vol. Cairan Gangguan Aktivitas Resiko Infeksi
F. KOMPLIKASI
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
• Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
• Pemantauan EKG
• JDL dengan diferensial
• Elektrolit
• Hemoglobin/Hematokrit
• Golongan dan pencocokan silang darah
• Urinalisis
• Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
• Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
• Ultrasound sesuai pesanan
• Periksa tekanan darah
• frekuensi nadi dan pernafasan
• ukur jumlah urin yang tertampung dikantong urin
• periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi
• Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan
• Catat lama operasi
• jenis kelamin
• nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir
• lembar operasi ditandatangani oleh operator.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
§ Semua pakaian ketat dibuka
§ Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
§ Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
§ Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
§ Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
§ Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Y Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Y Kejang demam yang mempunyai ciri :
- Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
- Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
- Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus).
2. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.
3. Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis.
4. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.
5. Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan.
• Adanya defisiensi imun.
• Munculnya kanker/adanya terapi kanker.
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi.
• Riwayat penyakit hepatic.
• Riwayat tranfusi darah.
• Tanda munculnya proses infeksi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi.
4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi..
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a. Kaji kondisi status hemodinamika. Rasionalnya Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah.
b. Ukur pengeluaran harian. Rasionalnya Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian.
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian. Rasionalnya Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
d. Evaluasi status hemodinamika. Rasionalnya Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
Dx 2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas. Rasionalnya Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum. Rasionalnya Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi.
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. Rasionalnya Mengistiratkan klilen secara optimal.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien. Rasionalnya Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas. Rasionalnya Menilai kondisi umum klien.
Dx 3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Intervensi:
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien. Rasionalnya Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya. Rasinalnya Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
c. Ajarkan teknik distraksi. Rasionalnya Pengurangan persepsi nyeri.
d. Kolaborasi pemberian analgetika. Rasionalnya Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
Dx 4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.
Intervensi:
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi. Rasionalnya Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi. Rasionalnya Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart. Rasionalnya Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
d. Lakukan perawatan luka. Rasionalnya Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi. Rasionalnya Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
Dx 5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
Tujuan : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan melahirkan sesar.
Intervensi :
a. Diskusikan tentang perawatan insisi, gejala infeksi dan pentingnya diet nutrisi.
b. Jelaskan tentang pentingnya periode istirahat terencana.
c. Jelaskan bahwa lochia dapat berlanjut selama 3 – 4 minggu, berubah dari merah ke coklat sampai putih.
d. Jelaskan pentingnya latihan, tidak mulai latiha keras sampai diizinkan oleh dokter.
e. Jelaskan tentang perawatan payudara dan ekspresi manual bila menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. 2001. Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M. E,. 2000. Rencana askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
0
komentar:
Askep Sectio
Caesarea
(Seksio Sesaria)
.
Pengertian Sectio Caesaria (Seksio
Sesaria)
Ada beberapa pengertian mengenai sectio caesaria :
Sectio
caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 1991).
Jadi operasi Seksio Sesaria ( sectio
caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin ( persalinan buatan ),
melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat.
Indikasi Sectio Caesaria
Operasi sectio caesarea dilakukan jika
kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada
janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan
normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Indikasi sectio caesaria pada Ibu
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar
ukuran kepala dan panggul )
Disfungsi uterus
Distosia jaringan lunak
Plasenta previa
His lemah / melemah
Rupture uteri mengancam
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Problema plasenta
Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak
Janin besar
Gawat janin
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Fetal distress
Kalainan letak
Hydrocephalus
Kontra Indikasi Sectio Caesaria :
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada
janin mati, syok, anemi
berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Sarwono, 1991)
Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang
pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
· Mengeluarkan
janin dengan cepat
· Tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
· Sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
· Infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
· Untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
· SC
ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka
peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat
pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
· Penjahitan
luka lebih mudah
· Penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik
· Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
· Kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
· Luka
dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri
pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat
dilakukan sebagai berikut (Mochtar, Rustam, 1992) :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Prognosis Operasi Sectio Caesarea
Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan
janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik
operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika
angka
ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan
fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang
dari 2 per 1000.
Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang
dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi
alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara
dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %. (Sarwono, 1999).
Komplikasi Operasi Sectio Caesarea
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi
ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan
kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan
berikutnya
Pemeriksaan Diagnostik
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
Pemantauan EKG
JDL dengan diferensial
Elektrolit
Hemoglobin/Hematokrit
Golongan darah
Urinalisis
Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai
indikasi
Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)
Asuhan Keperawatan Sektio Caesaria
1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan,
seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a.Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih
merupakan faktor utama masalah.
b.Ukur pengeluaran harian.
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan
harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan
harian.
c.Berikan sejumlah cairan pengganti harian.
R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi
perdarahan masif.
d.Evaluasi status hemodinamika.
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui
pemeriksaan fisik.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan
sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa
adanya komplikasi
Intervensi:
a.Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti,
tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih
buruk.
b.Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan
kondisi tubuh umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi
dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post
operasi dan berkurangnya energi.
c.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klien secara optimal.
d.Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan/kondisi klien.
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus
imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.
e.Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan
aktivitas.
R/ Menilai kondisi umum klien.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post
operasi
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang
dialami.
Intervensi:
a.Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
R/ Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan
dengan skala
maupun dsekripsi.
b.Terangkan nyeri yang diderita klien dan
penyebabnya.
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan
guidance mengatasi nyeri.
c.Ajarkan teknik distraksi.
R/ Pengurangan persepsi nyeri.
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan
dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post
operasi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan
perdarahan dan luka
operasi.
Intervensi:
a.Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ;
jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.
R/ Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji
setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak
enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b.Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka
selama masa post operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan
luka.
c.Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui
dischart.
d.Lakukan perawatan luka.
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan
infeksi.
e.Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda
inveksi.
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda
nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala
infeksi.
Daftar Pustaka
Allen, Carol Vestal, (1998) Memahami Proses
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku
Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta
: EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Hamilton, Persis Mary,(1995) Dasar-Dasar Keperawatan
Maternitas, Edisi 6, EGC. Jakarta.
Ibrahim S. Cristina,(1993) Perawatan Kebidanan,
Bratara Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (1998), Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta.
Martius, Gerhard, (1997), Bedah Kebidanan Martius,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Muchtar, Rustam,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2,
Jilid 1, EGC. Jakarta.
Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta :
EGC
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan
Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
Sarwono Prawiroharjo,(1999)., Ilmu Kebidanan, Edisi
2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Tucker, Susan Martin, (1998), Standar Perawatan
Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka
Artikel yang Berhubungan
ASUHAN
KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGI
A.
DEFINISI
Post
partum risiko:
· Perdarahan
post partum
· Infeksi
post partum
· Tromboembolok
· Masalah
psikologis post partum
Perdarahan post
partum/post partum hemorrhage (HPP) adalah kehilangan 500 ml darah pada
persalinan normal (per vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC àpenyebab kematian pada
ibu.
Perdarahan post
partum dibedakan menjadi dua:
- HPP
dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam.
- HPP
lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6 minggu.
B.
ETIOLOGI
HPP
primer:
ü
Atonia
uteri (1 dari 20 persalinan), tersering
ü
Retensi
plasenta
ü
Laserasi
jalan lahir
ü
Ruptur
uteri
ü
Gangguan
pembekuan darah
HPP sekunder:
ü
Retensi
sisa plasenta
ü
Sub
involusi
ü
Endometritis
C.
FAKTOR RISIKO
§
Kelahiran
SC
§
Bayi
besar
§
Persalinan
dengan tindakan forsep/VE
§
Riwayat
HPP
§
Multiparitas
§
Manipulasi
intrauterin/manual plasenta
§
Penggunaan
MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan
D.
MANIFESTASI KLINIS
HPP
Primer
Ø
Perubahan
hemodinamik: hipotensi, takikardi
Ø
Oligouria
(urin < 300 cc/ 24 jam)
Ø
Perdarahan
> 500 cc/24 jam
Ø
Distensi
kandung kemih
HPP Sekunder
Ø
Perdarahan
kadang banyak kadang sedikit
Ø
Perdarahan
dengan bekuan àsisa
plasenta
Ø
Terdapat
tanda subinvolusi
Ø
Lochea
merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
Ø
Kenaikan
suhu badan
E.
KOMPLIKASI
- Syok
- Syok dapat
diatasi à
anemia dan infeksi
- Sepsis
- Kegagalan
fungsi ginjal
F.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian
HPP Primer
- Kaji
tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi, suara nafas, suara
jantung (murmur), warna kulit, tingkat kesadaran, kapiler refill, urin output,
vena leher, membran mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan.
- Faktor risiko
dan predisposisi
- Pengkajian
fundus: kontraksi lemah, TFU
- Kaji
perdarahan (warna dan jumlah)
- Kaji adanya
laserasi atau hematom yang mungkin menjadi sumber perdarahan.
- Vital sign
(takikardi, takipneu, hipotensi)
- Distensi
blader
2. Pengkajian
HPP Sekunder
HPP sekunder sering terjadi ketika
klien sudah pulang, oleh karena itu, discharge planning diperlukan sebelum
klien pulang.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Defisit volume
cairan
Risiko infeksi
Perubahan
perfusi jaringan perifer
Perubahan proses
menjadi orang tua
Cemas
INTERVENSI
ü
Manajemen
dan monitor cairan
ü
Atasi
perdarahan
ü
Kontrol
infeksi
ü
Kontrol
kecemasan
Daftar
Pustaka
Like
this:
Be the first to like this post.
Share :
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul setiap saat dan bahkan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nausea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan. (Ben-Zion, MD, hal : 232)
Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan. (Hellen Farrer, 1999, hal : 112)
B.Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan : ( Rustan Mochtar, 1998 )
1.Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat kehamilan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi, yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
2.Faktor Psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
3.Faktor endokrin lainnya : hipertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-lain.
C.Patologi
Pada otopsi wanita meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadinya kelainan pada organ-organ tubuh adalah sebagai berikut
1.Hepar ® pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis.
2.Jantung ® jantung atrofi, menjadi lebih kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
3.Otak ® terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensepalopati Wirnicke.
4.Ginjal ® ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.
D.Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. Bila terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena okisidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik, dan aseton dalam darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Di samping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung ( sindroma mollary-weiss ), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.
E.Tanda dan Gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi, apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1.Tingkatan I (Ringan)
a.Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
b.Ibu merasa lemah.
c.Nafsu makan tidak ada.
d.Berat badan menurun.
e.Merasa nyeri pada epigastrium.
f.Nadi meningkat sekitar 100 per menit.
g.Tekanan darah menurun.
h.Turgor kulit berkurang.
i.Lidah mengering.
j.Mata cekung.
2.Tingkatan II (sedang)
a.Penderita tampak lebih lemah dan apatis.
b.Turgor kulit mulai jelek.
c.Lidah mengering dan tampak kotor.
d.Nadi kecil dan cepat.
e.Suhu badan naik ( dehidrasi ).
f.Mata mulai ikteris.
g.Berat badan turun dan mata cekung.
h.Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria, dan kontipasi.
i.Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.
3.Tingkatan III ( Berat )
a.Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma).
b.Dehidrasi hebat.
c.Nadi kecil, cepat dan halus.
d.Suhu meningkat dan tensi turun.
e.Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenalsebagai ensepalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia, dan penurunan mental.
f.Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.
F.Penanganan
1.Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamiloan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologi. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
a.Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
b.Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
c.Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
d.Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak.
e.Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas ataupun terlalu dingin.
f.Usahakan defekasi teratur.
2.Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara di atas keluhan dan gejala tidak berkurang diperlukan pengobatan.
a.Tidak memberikan obat yang teratogen.
b.Sedetiva yang sering diberikan adalah Phenobarbital.
c.Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
d.Anthistaminika seperti dramamin, avomin.
e.Pada keadaan berat, antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin.
3.Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a.Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah, dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan.
b.Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
c.Terapi parental
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnyvitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang masuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan di atas.
d.Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterius, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.
G. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat mamuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit in dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
I.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Pengeluaran nutrisi yang berlebihan dan intake kurang.
Tujuan :
a.Menjelaskan komponen diet seimbang prenatal, memberi makanan yang mengandung vitamin, mineral, protein dan besi.
b.Mengikuti diet yang dianjurkan.
c.Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.
d.Menunjukkan penambahan berat badan yang sesuai ( biasanya 1,5 kg pada ahir trimester pertama )
Intervensi :
a.Tentukan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
b.Dapatkan riwayat kesehatan ; cacat usia ( khususnya kurang dari 17 tahun, lebih dari 35 tahun).
c.Pastikan tingkat pengetahuan tentang kebutuhan diet.
d.Berikan informasi tertulis / verbal yang tepat tentang diet pranatal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
e.Evaluasi motivasi / sikap dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpa balik tentang informasi yang di berikan.
f.Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai budaya dan hal – hal tabu selama kehamilan.
g.Perhatikan adanya pika/mengidam. Kaji pilihan bahwa bukan makanan dan itngkat moitvasi untuk memakannya.
h.Timbang berat badan klien ; pastikan berat badan pregravid biasanya. Berikan informasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
i.Tinjau ulang frekuensi dan beratnya mual/muntah. Kesampingkan muntah pernisiosa (hiperemesis gravidarum)
j.Pantau kadar hemoglobin (Hb)/Hematokrit (Ht)
k.Tes urine terhadap aseton, albumin, dan glukosa.
l.Ukur pembesaran uterus.
m.Buat rujukan yang perlu sesuai idikasi ( misal pada ahli diet,pelayanan social )
n.Rujuk pada program makanan Wanita, Bayi, Anak – anak dengan tepat.
2.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan.
Tujuan :
a.Mengidentifikasi dan melakukan tindakan untuk menurunkan frekuensi dan keparahan mual/muntah.
b.Mengkonsumsi cairan dengan jumlah yang sesuai setiap hari.
c.Mengidenifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala dehidrasi yang memerlukan tindakan.
Intervensi :
a.Auskultasi denyut jantung janin ( DJJ ).
b.Tenutkan frekuensi/ beratnya mual/muntah.
c.Tinjau ulang riwayat kemungkinan masalah medis lain (miasal; ulkus peptikum, gastritis, kolesistisis).
d.Anjurkan klien memperahankan masukan/keluaran, tes urin,dan penurunan bert badan setiap hari.
e.Kaji suhu dan turgor kulit, membrane mukosa, tekanan darah (TD), suhu, masukan/keluaran,daan berat jenis urine. Timbang berat badan klien daan banidngkan dengan standar.
f.Anjurkan penigkatan mauskan minian berkarbonat, makan enam kali sehari dengan jumlah yang sedikit, dan makanan tinggi karbohidrat (mis; popcorn,roti kering sebelum bangun tidur).
3.Gangguan citra diri b.d perubahan penampilan sekunder akibat kehamilan
Tujuan :
a.Membuat gambaran diri lebih nyata
b.Mengakui diri sebagai individu
c.Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.
Intervensi :
a.Buat hubungan terapeutik perawat/pasien
b.Tingkatkan Konsep diri tanpa penilaian moral
c.Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.
d.Nyatakan aturan dengan jelas tentang jadwal penimbangan,tetap melihat waktu makan dan minum obat, dan konsekuensi bila tak mengikuti aturan.
e.Beri respon terhadap kenyataan bila pasien membuat penyataan tidak relistis seperti “ saya meningkatkan berat badan ;jadi saya benar-benar tidak apa-apa “.
f.Sadari reaksi sendiri terhadap perilaku pasien. Hindari perdebatan.
g.Bantu pasien untuk melakuakn kontrol pada area selain dari makan/penurunan berat badan. Missal : manajemen aktivitas harian, pilihan kerja/kesenangan.
4.Intoleransi aktivitas b.d kelemahan tubuh, penurunan metabolisme sel.
Tujuan :
a.Melaporkan peningkatan rasa sejahtera/tingkat energi.
b.Mendemonstrasikan peningkatan aktivitas fisik yang dapat diukur.
Intervensi :
a.Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, missal ; perubahan TD atau frekuensi jantung/pernafasan.
b.Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
c.Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.Jadwalkan aktivitas untuk periode bila pasien mempunyai banyak energi. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan jadwal.
d.Dorong pasien untuk melakukan kapanpun mungkin, misal ; perawatan diri, bangin dari kursi, berjalan.
e.Beriakn latihan rentang gerak pasif/aktif pada pasien yang terbaring di tempat tidur.
f.Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah, singkirkan perabotan, bantu ambulasi.
g.Berikan O2 suplemen sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
- Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
- Wolf, weitzel,Fuerst.1984. Dasar – Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Gunung Agung.
- Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas edisi 6. Jakarta : EGC
- Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obsteri jilid I. Jakarta : EGC.
- Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid I. Jakarta : Media Acculapius.
- Teber, Ben-Zian. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
- Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Tridasa Printer.
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul setiap saat dan bahkan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nausea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan. (Ben-Zion, MD, hal : 232)
Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan. (Hellen Farrer, 1999, hal : 112)
B.Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan : ( Rustan Mochtar, 1998 )
1.Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat kehamilan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi, yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
2.Faktor Psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
3.Faktor endokrin lainnya : hipertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-lain.
C.Patologi
Pada otopsi wanita meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadinya kelainan pada organ-organ tubuh adalah sebagai berikut
1.Hepar ® pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis.
2.Jantung ® jantung atrofi, menjadi lebih kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
3.Otak ® terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensepalopati Wirnicke.
4.Ginjal ® ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.
D.Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. Bila terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena okisidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik, dan aseton dalam darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Di samping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung ( sindroma mollary-weiss ), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.
E.Tanda dan Gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi, apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1.Tingkatan I (Ringan)
a.Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
b.Ibu merasa lemah.
c.Nafsu makan tidak ada.
d.Berat badan menurun.
e.Merasa nyeri pada epigastrium.
f.Nadi meningkat sekitar 100 per menit.
g.Tekanan darah menurun.
h.Turgor kulit berkurang.
i.Lidah mengering.
j.Mata cekung.
2.Tingkatan II (sedang)
a.Penderita tampak lebih lemah dan apatis.
b.Turgor kulit mulai jelek.
c.Lidah mengering dan tampak kotor.
d.Nadi kecil dan cepat.
e.Suhu badan naik ( dehidrasi ).
f.Mata mulai ikteris.
g.Berat badan turun dan mata cekung.
h.Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria, dan kontipasi.
i.Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.
3.Tingkatan III ( Berat )
a.Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma).
b.Dehidrasi hebat.
c.Nadi kecil, cepat dan halus.
d.Suhu meningkat dan tensi turun.
e.Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenalsebagai ensepalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia, dan penurunan mental.
f.Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.
F.Penanganan
1.Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamiloan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologi. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
a.Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
b.Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
c.Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
d.Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak.
e.Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas ataupun terlalu dingin.
f.Usahakan defekasi teratur.
2.Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara di atas keluhan dan gejala tidak berkurang diperlukan pengobatan.
a.Tidak memberikan obat yang teratogen.
b.Sedetiva yang sering diberikan adalah Phenobarbital.
c.Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
d.Anthistaminika seperti dramamin, avomin.
e.Pada keadaan berat, antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin.
3.Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a.Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah, dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan.
b.Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
c.Terapi parental
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnyvitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang masuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan di atas.
d.Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterius, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.
G. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat mamuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit in dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
I.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Pengeluaran nutrisi yang berlebihan dan intake kurang.
Tujuan :
a.Menjelaskan komponen diet seimbang prenatal, memberi makanan yang mengandung vitamin, mineral, protein dan besi.
b.Mengikuti diet yang dianjurkan.
c.Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.
d.Menunjukkan penambahan berat badan yang sesuai ( biasanya 1,5 kg pada ahir trimester pertama )
Intervensi :
a.Tentukan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
b.Dapatkan riwayat kesehatan ; cacat usia ( khususnya kurang dari 17 tahun, lebih dari 35 tahun).
c.Pastikan tingkat pengetahuan tentang kebutuhan diet.
d.Berikan informasi tertulis / verbal yang tepat tentang diet pranatal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
e.Evaluasi motivasi / sikap dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpa balik tentang informasi yang di berikan.
f.Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai budaya dan hal – hal tabu selama kehamilan.
g.Perhatikan adanya pika/mengidam. Kaji pilihan bahwa bukan makanan dan itngkat moitvasi untuk memakannya.
h.Timbang berat badan klien ; pastikan berat badan pregravid biasanya. Berikan informasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
i.Tinjau ulang frekuensi dan beratnya mual/muntah. Kesampingkan muntah pernisiosa (hiperemesis gravidarum)
j.Pantau kadar hemoglobin (Hb)/Hematokrit (Ht)
k.Tes urine terhadap aseton, albumin, dan glukosa.
l.Ukur pembesaran uterus.
m.Buat rujukan yang perlu sesuai idikasi ( misal pada ahli diet,pelayanan social )
n.Rujuk pada program makanan Wanita, Bayi, Anak – anak dengan tepat.
2.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan.
Tujuan :
a.Mengidentifikasi dan melakukan tindakan untuk menurunkan frekuensi dan keparahan mual/muntah.
b.Mengkonsumsi cairan dengan jumlah yang sesuai setiap hari.
c.Mengidenifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala dehidrasi yang memerlukan tindakan.
Intervensi :
a.Auskultasi denyut jantung janin ( DJJ ).
b.Tenutkan frekuensi/ beratnya mual/muntah.
c.Tinjau ulang riwayat kemungkinan masalah medis lain (miasal; ulkus peptikum, gastritis, kolesistisis).
d.Anjurkan klien memperahankan masukan/keluaran, tes urin,dan penurunan bert badan setiap hari.
e.Kaji suhu dan turgor kulit, membrane mukosa, tekanan darah (TD), suhu, masukan/keluaran,daan berat jenis urine. Timbang berat badan klien daan banidngkan dengan standar.
f.Anjurkan penigkatan mauskan minian berkarbonat, makan enam kali sehari dengan jumlah yang sedikit, dan makanan tinggi karbohidrat (mis; popcorn,roti kering sebelum bangun tidur).
3.Gangguan citra diri b.d perubahan penampilan sekunder akibat kehamilan
Tujuan :
a.Membuat gambaran diri lebih nyata
b.Mengakui diri sebagai individu
c.Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.
Intervensi :
a.Buat hubungan terapeutik perawat/pasien
b.Tingkatkan Konsep diri tanpa penilaian moral
c.Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.
d.Nyatakan aturan dengan jelas tentang jadwal penimbangan,tetap melihat waktu makan dan minum obat, dan konsekuensi bila tak mengikuti aturan.
e.Beri respon terhadap kenyataan bila pasien membuat penyataan tidak relistis seperti “ saya meningkatkan berat badan ;jadi saya benar-benar tidak apa-apa “.
f.Sadari reaksi sendiri terhadap perilaku pasien. Hindari perdebatan.
g.Bantu pasien untuk melakuakn kontrol pada area selain dari makan/penurunan berat badan. Missal : manajemen aktivitas harian, pilihan kerja/kesenangan.
4.Intoleransi aktivitas b.d kelemahan tubuh, penurunan metabolisme sel.
Tujuan :
a.Melaporkan peningkatan rasa sejahtera/tingkat energi.
b.Mendemonstrasikan peningkatan aktivitas fisik yang dapat diukur.
Intervensi :
a.Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, missal ; perubahan TD atau frekuensi jantung/pernafasan.
b.Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
c.Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.Jadwalkan aktivitas untuk periode bila pasien mempunyai banyak energi. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan jadwal.
d.Dorong pasien untuk melakukan kapanpun mungkin, misal ; perawatan diri, bangin dari kursi, berjalan.
e.Beriakn latihan rentang gerak pasif/aktif pada pasien yang terbaring di tempat tidur.
f.Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah, singkirkan perabotan, bantu ambulasi.
g.Berikan O2 suplemen sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
- Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
- Wolf, weitzel,Fuerst.1984. Dasar – Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Gunung Agung.
- Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas edisi 6. Jakarta : EGC
- Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obsteri jilid I. Jakarta : EGC.
- Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid I. Jakarta : Media Acculapius.
- Teber, Ben-Zian. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
- Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Tridasa Printer.
Posted on 12 Mei
2009 by hidayat2
i
12 Votes
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS
GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum
adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu
dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan,
1999).
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi
sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan
dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan
sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan
karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya (http://zerich150105.wordpress.com/).
Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis
Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil memuntahkan segala apa
yang di makan dan di minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang,
diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing (http://healthblogheg.blogspot.com/).
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu
hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan
terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas Penyuluhan
Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda (http://healthblogheg.blogspot.com/).
· Etiologi
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui
secara pasti. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan
saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang
ditemukan :
a) Faktor predisposisi
yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan
ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda
memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua
keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b) Masuknya vili
khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor
organik.
c) Alergi. Sebagai
salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah
satu faktor organik.
d) Faktor psikologik
memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan
terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga
yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental
yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak
jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi
frekwensi muntah klien
· Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
(http://zerich150105.wordpress.com/).
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
(http://zerich150105.wordpress.com/).
· Tanda
Dan Gejala
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
a) Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan
nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan
darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
b) Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor
kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat,
suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata
menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena
mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
c) Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran
menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat
dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang
dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia.
Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.
· Komplikasi
Dehidrasi berat, ikterik, takikardia, suhu
meningkat, alkalosis, kelaparan gangguan emosional yang berhubungan dengan
kehamilan dan hubungan keluarga, menarik diri dan depresi (http://healthblogheg.blogspot.com/)
· Pemeriksaan
Diagnostik
a) USG (dengan
menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi
multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
b) Urinalisis :
kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
· Penatalaksanaan
Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu
dilaksanakan dengan jalan memberikan pcnerapan tentang kehamilan dan persalinan
sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan
kadang-kadang muntah merupakan gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan
akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan sehari-hari
dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan
segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau
biskuit dengan teh hangat.Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya
dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau
sangat dingin.
Obat-obatan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital.
Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan
antiemetik sepeiti Disiklomin hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin
ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin
Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang
tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan makan/minuman
selama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan
berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang
serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar
belakang penyakit ini.
Cairan parenteral
Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit,
karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik
sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin,
khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat
diberikan pula asam amino secara intra vena.
Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi
baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila
keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik
sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu
cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel
pada organ vital.
Diet
a) Diet hiperemesis I
diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan.
Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini
kurang dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya
diberikan selama beberapa hari.
b) Diet hiperemesis II
diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan makanan yang
bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini
rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
c) Diet hiperemesis
III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
· Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
· Aktifitas
istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
· Integritas
ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
· Eliminasi
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
· Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
· Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
Frekuensi pernapasan meningkat.
· Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
· Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
· Interaksi
sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
· Pembelajaran
dan penyuluhan
1. Segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah lama.
2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari
berast badan normal
3. Turgor kulit, lidah kering
B. Diagnosa Keperawatan
· Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah
berlebihan.
· Deflsit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
· Koping
tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
C. Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
Intervensi
· Batasi
intake oral hingga muntah berhenti.
Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya.
Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya.
· Berikan
obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan
10-20mg/i.v.
Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
· Pertahankan
terapi cairan yang diprogramkan.
Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit
Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit
· Catat
intake dan output.
Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
· Anjurkan
makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
· Anjurkan
untuk menghindari makanan yang berlemak
Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah
Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah
· anjurkan
untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat
sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih
Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih
· Catal
intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
· Inspeksi
adanya iritasi atau Iesi pada mulut.
Rasional : Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
Rasional : Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
· Kaji
kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut
sesering mungkin.
Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut
Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut
· Pantau
kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah dipertimbangkan anemi pada trimester I.
Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah dipertimbangkan anemi pada trimester I.
· Test
urine terhadap aseton, albumin dan glukosa..
Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
· Ukur
pembesaran uterus
Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT
Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT
2) Defisit volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
Intervensi
1. Tentukan frekuensi atau beratnya
mual/muntah.
Rasional :
Rasional :
Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi.
Peningkatan kadar hormon Korionik gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme
karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada
trimester
· Tinjau
ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum,
gastritis.
Rasional :
Rasional :
Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk
mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi.
· Kaji
suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis
urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar
Rasional : Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.
Rasional : Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.
· Anjurkan
peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah
sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari
tidur.
Rasional : Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.
Rasional : Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.
3) Cemas berhubungan
dengan Koping tidak efektif; perubahan psikologi kehamilan
Intervensi :
· Kontrol
lingkungan klien dan batasi pengunjung
Rasional : Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan
Rasional : Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan
· Kaji
tingkat fungsi psikologis klien
Rasional : Untuk menjaga intergritas psikologis
Rasional : Untuk menjaga intergritas psikologis
· Berikan
support psikologis
Rasional : Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya
Rasional : Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya
· Berikan
penguatan positif
Rasional : Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan
Rasional : Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan
· Berikan
pelayanan kesehatan yang maksimal
Rasional : Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien
Rasional : Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien
4) Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
· Anjurkan
klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.
Rasional : Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus
Rasional : Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus
· Anjurkan
klien untuk menghindari mengangkat berat.
Rasional : Aktifitas yang ditoleransi
sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko.
· Bantu
klien beraktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.
· Anjurkan
tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
Rasional : Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
(http://zerich150105.wordpress.com/)
Rasional : Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
(http://zerich150105.wordpress.com/)
D. Evaluasi
· Mual dan
mutah tidak ada lagi.
· Keluhan
subyektif tidak ada.
· Tanda-tanda
vital baik.
REFERENSI
Like
this:
Be the first to like this post.
Posted on Mei 10, 2008 by harnawatiaj
Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi
(jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena
itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
(Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
(Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui
secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b.Imunoselektif dari tropoblast
c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b.Imunoselektif dari tropoblast
c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d.Paritas tinggi
e.Kekurangan protein
f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 238)
e.Kekurangan protein
f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 238)
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk
menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Gambaran Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada
klien dengan ”mola hidatidosa adalah :
a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostik
a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan
d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan
d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting
Pembesaran abnormal uterus
Pelunakan serviks dan korpus uteri
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting
Pembesaran abnormal uterus
Pelunakan serviks dan korpus uteri
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih
terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu :
Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500
ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap
pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai
Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai
Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja
dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara
sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi
hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang
Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang
Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat
diartikan :
Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul
pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses
keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk
membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1.menetapkan prioritas masalah
2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3.menentukan rencana tindakan keperawatan
Tujuan :
1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1.menetapkan prioritas masalah
2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3.menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional :
Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4.Beri posisi yang nyaman
Rasional :
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5.Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional :
Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4.Beri posisi yang nyaman
Rasional :
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5.Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional :
Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional :
Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional :
Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional :
Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional :
Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional :
Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1.Kaji pola tidur
Rasional :
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :
Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4.Batasi jumlah penjaga klien
Rasional :
Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5.Memberlakukan jam besuk
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional :
Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1.Kaji pola tidur
Rasional :
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :
Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4.Batasi jumlah penjaga klien
Rasional :
Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5.Memberlakukan jam besuk
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional :
Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional :
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
2.Pantau suhu lingkungan
Rasional :
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional :
Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4.Berikan kompres hangat
Rasional :
Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional :
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
2.Pantau suhu lingkungan
Rasional :
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional :
Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4.Berikan kompres hangat
Rasional :
Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional :
Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional :
menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
5.Beri dorongan spiritual/support
Rasional :
Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional :
Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional :
menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
5.Beri dorongan spiritual/support
Rasional :
Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1.Kaji status nutrisi klien
Rasional :
Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional :
Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional :
Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4.Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional :
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1.Kaji status nutrisi klien
Rasional :
Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional :
Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional :
Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4.Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional :
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan :
Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :
Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan :
Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :
Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2.Observasi vital sign
Rasional :
Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :
Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
Rasional :
Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :
Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :
Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional :
Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :
Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4.Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional :
Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional :
Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :
Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional :
Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :
Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4.Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional :
Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional :
Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan
Sumber:
1.Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
1.Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
Like
this:
Be the first to like this post.
LAPORAN
PENDAHULUAN MOLA HIDATIDOSA
A.
Pengertian.
Mola
hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh Villi Korialisnya
mengalami perubahan hidrofik. ( Mansjoer, Arif, dkk, 1999: 265 ).
Mola
hidatidosa adalah jonjot-jonjot khorion tumbuh berganda merupakan
gelembung-gelembung kecil mengandung banyak cairan menyerupai buah anggur atau
mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh Villi Korialis mengalami perubahan hidropik.
Dalam hal demikian disebut Mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila
disertai janin atau bagian dari janin disebut Mola Parsialis atau Partial Mole.
( Wiknjosastro, Hanita, dkk, 1999; 342 )
Mola
hidatidosa adalah poliferasi dan degenerasi dari Villi trofoblas. Sel-sel
tersebut berdegenerasi dan telah berisi dengan cairan, gelembung-gelembung
tersebut berukuran seperti buah anggur. Pada kondisi ini embrio tidak
berkembang, mola dapat diidentifikasikan menjadi Choriocarsinoma, jika
berkembang dengan cepat dan menjadi ganas. ( Mochtar, Rustam, 1998;238 ).
B.
Etiologi.
Penyebab
Mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya adalah
:
· Faktor
ovum.
· Imunoselektif
dari trofoblas.
· Keadaan
sosio – ekonomi rendah.
· Varitas
tinggi.
· Kekurangan
protein.
· Infeksi
virus dan faktor kromosom belum jelas.
Faktor
predisposisi yaitu kehamilan mola sangat dipengaruhi oleh umur dan juga oleh status
sosial ekonomi. Biasanya sering dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (
15 – 45 th ), dan multi para. Jadi dengan meningkatnya varitas kemungkinan
menderita mola akan lebih besar, dan kalau terjadi kehamilan pada wanita yang
berumur lebih dari 45 tahun, kehamilan mola 10x > dibandingkan dengan
gravida antara 20 – 40 tahun.
C.
Patofisiologi.
|
|
|
|
Proliferasi Trofoblas
|
|
|
|
Degenerasi hidrofik dari stroma villi
|
|
|
|
Tidak ditemukan sirkulasi fetal/ perkembangannya tidak sempurna
|
|
|
|
Edema ( cairan tidak dapat diserap ) HCG meningkat
|
|
|
|
Pembengkakan hidrofik
|
|
|
|
Blighted ovum
|
|
|
|
Mola Hidatidosa
Gelembung-gelembung
mola seperti buah anggur, kistik, berdinding
Tipis
dan mudah pecah dengan keluarnya cairan jernih.
Ket:
Pada pemeriksaan serum HCG, kadarnya sangat tinggi.
D.
Tanda Dan Gejala.
Pada stadium
awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan
normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus.
Pengeluaran pervagina mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau
merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya
beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa
wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir,
kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan
menstruasi terakhir.
Pada
kasus lain, tumor tumbuh tanpa gejala. Pada saat ini, pemeriksaan akan menunjukan
gambaran :
1.
Uterus biasanya lebih besar daripada yang diharapkan dari usia kehamilannya
dan perabaan terasa seperti “adonan”.
2.
Bunyi jantung janin tidak terdengar.
3.
Scanning ultrasonik menunjukan gambaran berbintik-bintik yang jelas.
4.
Jika diukur serum HCG, kadarnya sangat tinggi.
E.
Pemeriksaan Penunjang.
· Pemeriksaan
sonde uterus ( Hanifa ). Pada mola sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri pada
kehamilan biasa ada tahanan oleh janin.
· Tes
Acosia Sison dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
· Peningkatan
kadar beta HCG darah atau urine. Maka uji biologik dan uji imunologik ( Galli
mainina dan Planotest ) akan positif setelah pengenceran (fitrasi)>
· Ultrasonografi
menunjukan gambaran badai salju ( Snow Flarepattern ).
· Foto
thorax ada gambaran emboli udara.
· Pemeriksaan
T3 dan T4 bila ada gejala Tirotoksikosis.
F.
Penatalaksanaan Medis.
· Terapi.
a)
Kalau pendarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki
keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan tranfusi darah. Tindakan
pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin
jaringan dan bekuan darah: barulah dengan tenang dan hati-hati evakuasi sisanya
dengan kuretase.
b)
Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil.
1)
Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.
2)
Setelah itu pasang infus D5% yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau
sintosinon ), cabut laminaria, kemudian setelah ini lakukan evaluasi isi kavum
uteri dengan hati-hati, pada kuretase pertama ini, keluarkan jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.
3)
Kalau perdarahan banya, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero
vaginal selama 24 jam.
c)
Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan Histopatologik dalam 2 porsi :
1)
Porsi 1 : Yang dikeluarkan dengan canam ovum.
2)
Porsi 2 : Yang dikeluarkan dengan kuretase.
d)
Berikan obat-obatan: Antibiotika, uterus tonika dan perbaikan keadaan umum
penderita.
e)
7 – 10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan dikirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan
laboratorium.
f)
Kalau mola terlalu terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institusi yang melakukan Histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim
(mola).
g)
Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi (High Risk Mola), usia
lebih dari 3 tahun, paritas 4 atau lebih dan uterus yang sangat besar (mola
besar), yaitu setinggi pusat atau lebih.
· Periksa
Ulang ( Follow – Up )
Ibu
dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil kehamilan,
dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi, juga
dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 – 3 bulan.
a)
Setiap minggu pada triwulan pertama.
b)
Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.
c)
Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya.
d)
Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap
periksa ulang penting diperhatikan :
a)
Gejala kinis; pendarahan, keadaan umum dll.
b)
Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan
serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista uteri bertambah kecil
atau tidak dll.
♦
1 kali seminggu sampai hasil negatif.
♦
1 kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya.
♦
1 kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya.
♦
1 kali 3 bulan dalam tahun berikutnya.
Kalau
reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan-keganasan masih
dapat timbul setelah tiga tahun pasca terkenanya Mola hidatidosa. Menurut
Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, 62,1 % dalam 12 minggu, dan
79,4 % dalam 24 minggu, serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar.
· Sitostatika
Profilaksis Pada Mola Hidatidosa.
Beberapa
institut telah memberikan Methotrexate (Mtx) pada penderita mola dengan tujuan
sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju dengan
pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan dan
dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang berat.
Pemberian
Mtx bila :
a)
Pengamatan lanjutan sukar dilakukan.
b)
Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap positif.
c)
Pada high risk mola.
Setelah
pulang dari Rumah Sakit, pemeriksaan tindak lanjut yang sering (mula-mula
seminggu sekali) sangat penting. Pemeriksaan ini berlanjut selama 2 tahun dan
frekuensinya tergantung hasil pemeriksaan pada setiap kunjungan. Kepada
pasangan suami istri harus diingatkan agar tidak hamil dalam periode waktu ini,
dan anjuran atau rujukan keluarga biasany diperlukan.
G.
Diagnosa Keperawatan.
· Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan anorexia, mual dan muntah yang berlebihan.
Intervensi
:
1)
Pantau TTV. ( TD, N, R, T )
2)
Observasi terhadap kehilangan darah yang berlebihan.
3)
Catat intake dan output.
4)
Ukur suhu setiap 4 jam sesuai indikasi.
5)
Kaji turgor kulit, kekeringan kulit dan mukosa mulut.
Kolaborasi
:
6)
Beri obat Homeostatikum sesuai dengan program dokter.
7)
Pantau Hb dan Ht.
· Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, mual dan
muntah yang berlebihan.
Intervensi
:
1)
Kaji penyebab perubahan nutrisi.
2)
Kaji status nutrisi klien.
3)
Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4)
Anjurkan klien untuk melakukan oral hygiene.
Kolaborasi
:
5)
Beri vitamin sesuai program medis.
· Nyeri
berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran maternal menyerupai
buah anggur.
Intervensi
:
1)
Kaji penyebab, frekuensi, durasi, karakteristik, lokasi dan skala nyeri.
2)
Kaji TTV.
3)
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
4)
Atur posisi senyaman mungkin.
Kolaborasi
:
5)
Beri analgetik sesuai program medis.
· Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan penanganan berhubungan dengan
kurang informasi.
Intervensi
:
1)
Tentukan persepsi klien tentang Mola hidatidosa dan penanganannya.
2)
Berikan informasi yang jelas dan akurat tentang Mola hidatidosa, penyebab,
tanda dan gejala dan penanganannya.
3)
Berikan materi tertulis tentang Mola hidatidosa.
4)
Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah misalnya kemampuan untuk hidup
sendiri, melakukan pengobatan atau prosedur yang dilakukan.
5)
Anjurkan klien meningkatkan masukan cairan serta latihan teratur.
· Resiko
tinggi gangguan harga diri rendah berhubungan dengan komplikasi dari Mola
hidatidosa.
Intervensi
:
1)
Diskusikan dengan klien atau orang terdekat bagaimana diagnosis dan
pengobatan yang mempengaruhi kehidupan pribadi di rumah dan aktivitas kejanya.
2)
Bantu klien untuk terus melupakan atas kehilangan kehamilannya (janinnya).
3)
Beri dukungan emosi untuk klien atau orang terdekat selama tes diagnostik
dan fase pengobatan.
4)
Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima klien dan pertahankan
kontak mata.
Daftar Pustaka
Bobak,
Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York: J.B.
Lippincott Company.
Doengoes,
Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta: EGC.
Farrer,
Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Himawan,
Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI.
Liewllyn,
Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6 Jakarta:
Hipokrates.
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku
Kedokteran. EGC.
Wikajosastro,
Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Share
:
ASKEP ABORTUS
A. PENGERTIAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu (IKPK dan KB, 1992).
Abortus atau keguguran dibagi menjadi
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri
b. Abortus buatan sengaja dilakukan sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :
A. PENGERTIAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu (IKPK dan KB, 1992).
Abortus atau keguguran dibagi menjadi
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri
b. Abortus buatan sengaja dilakukan sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :
· Indikasi
medis
Yaitu
menghilangkan kehamilan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu. Indikasi
tersebut diantaranya adalah penyakit jantung, ginjal, atau penyakit hati berat
dengan pemeriksaan ultrasonografi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam
rahim.
· Indikasi
social
Pengguguran
kandungan dilakukan atas dasar aspek social, menginginkan jenis kelamin
tertentu, tidak ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap
untuk hamil dan kehamilan yang tidak diinginkan.
2. Berdasarkan pelaksanaanya
· Abortus
buatan teraupetik. Dilakukan oleh tenaga medis secara legalitas berdasarkan
indikasi medis
· Abortus
buatan illegal yang dilakukan tanpa dasar hokum atau melawan hokum (Abortus
Kriminalis).
3. Berdasarkan gambaran klinis
· Keguguran
lengkap (abortus kompletus), semua hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya.
· Keguguran
tidak lengkap (abortus inkompletus), sebagian hasil konsepsi masih
tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyulit.
· Keguguran
mengancam (abortus imminen), abortus ini baru dan masih ada harapan
untuk dipertahankan.
· Keguguran
tak terhalangi (abortus insipien), abortus ini suadah berlangsung dan
tidak dapat dicegah atau dihalangi lagi.
· Keguguran
habitualis, abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi
sekurang-kurangnya 3 kali.
· Keguguran
dengan infeksi (abortus infeksiousus), keguguran yang disertai infeksi
sebagian besar dalam bentuk tidak lengkap dan dilakukan dengan cara kurang
legeartis.
· Missed
abortion,
keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan dalam
rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
B. ETIOLOGI
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah :
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
· Faktor
kromosom terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks
· Faktor
lingkungan endometrium terjadi karena endometrium belum siap untuk menerima
implantasi hasil konsepsi.selain itu juga karena gizi ibu yang kurang karena
anemia atau terlalu pendeknya jarak kehamilan.
· Pengaruh
luar
· Infeksi
endometrium
· Hasil
konsepsi yang dipengaruhi oleh obat dan radiasi
· Faktor
psikologis
· Kebiasaan
ibu (merokok, alcohol, kecanduan obat)
b. Kelainan plasenta
· Infeksi
pada plasenta
· Gangguan
pembuluh darah
· Hipertensi
c. Penyakit ibu
· Penyakit
infeksi seperti tifus abdominalis, malaria, pneumonia dan sifilis
· Anemia
· Penyakit
menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, DM
· Kelainan
rahim
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :
· Sedikit-sedikit
dan berlangsung lama
· Sekaligus
dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan
· Akibat
perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak
anemis dan daerah ujung (akral) dingin.
· Terdapat
keterlambatan dating bulan
· Terdapat
perdarahan, disertai sakit perut atau mules
· Pada
pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi
kontraksi otot rahim
· Hasil
periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan kanalis
servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi otot rahim
· Hasil
pemeriksaan tes kehamilan masih positif
Tanda dan gejala pada abortus Insipien :
· Perdarahan
lebih banyak
· Perut
mules atau sakit lebih hebat
· Pada
pemariksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
Tanda dan gejala abortus Inkomplit :
· a.
Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
· b.
Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
· c.
Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
· d. Dapat
terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)
Tanda dan gejala abortus Kompletus :
· Uterus
telah mengecil
· Perdarahan
sedikit
· Canalis
servikalis telah tertutup
Tanda dan gejala Missed Abortion :
· Rahim
tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin
· Buah
dada mengecil kembali
E. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
Diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang abortus
Tujuan : kecemasan ibu berkurang
Tindakan :
· Lakukan
komunikasi terapetik dengan pasien
· Berikan
informasi tentang abortus
· Yakinkan
pasien tentang diagnosa
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pendarahan
pervaginam
Tujuan : infeksi dapat dicegah
Tindakan :
Tujuan : infeksi dapat dicegah
Tindakan :
· Observasi
perdarahan
· Observasi
TTV
· Lakukan tindakan
sesuai prosedur aseptic
· Kolaborasi
pemberian obat antibiotik
3. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan
kontraksi uterus, perubahan dinding endometrium dan jalan lahir
Tujuan : nyeri berkurang
Tindakan :
Tujuan : nyeri berkurang
Tindakan :
· Kaji
skala nyeri
· Anjurkan
pasien untuk bedrest total
· Berikan
pasien posisi yang nyaman
· Kolaborasi
pemberian obat analgetik
4. Resiko syok
hipofolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan : syok dapat dicegah
Tindakan :
Observasi perdarahanObservasi TTV
Anjurkan pasien untuk bedrest total
Kolaborasi pemberian obat anti koagulan
5. Berduka berhubungan dengan kehilangan
Tujuan : pasien dan keluarga tabah menghadapi kenyataan kehilangan
Tindakan :
Beri dorongan klien dan keluarga untuk dapat menerima keadaan
Memotivasi pasien dan keluarga untuk tabah dan sabar
Bila berlebihan kolaborasi untuk konsultasi dengan psikolog
tag : askep abortus, asuhan keperawatan abortus, pathway abortus, abortus kompletus, abortus inkompletus, abortus imminen, abortus insipien, abortus infeksiousus, Missed abortion
Tujuan : syok dapat dicegah
Tindakan :
Observasi perdarahanObservasi TTV
Anjurkan pasien untuk bedrest total
Kolaborasi pemberian obat anti koagulan
5. Berduka berhubungan dengan kehilangan
Tujuan : pasien dan keluarga tabah menghadapi kenyataan kehilangan
Tindakan :
Beri dorongan klien dan keluarga untuk dapat menerima keadaan
Memotivasi pasien dan keluarga untuk tabah dan sabar
Bila berlebihan kolaborasi untuk konsultasi dengan psikolog
tag : askep abortus, asuhan keperawatan abortus, pathway abortus, abortus kompletus, abortus inkompletus, abortus imminen, abortus insipien, abortus infeksiousus, Missed abortion
Posted on 8
April 2009 by hidayat2
i
18 Votes
Askep Abortus
Pengertian
Abortus
adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum
mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek
liewollyn&Jones, 2002).
Terdapat
beberapa macam kelainan dalam kehamilan dalam hal ini adalah abortus yaitu
abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Abortus spontan terjadi karena
kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi
sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja
sebelum usia kandungan 28 minggu.Pengguguran kandungan buatan karena indikasi
medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002). Menariknya
pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih
merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu,
pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang
dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca
pokok bahasan ini.
Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan.
Abortus terjadi pada usisa kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002).
Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus spontan.
Abortus terjadi pada usisa kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002).
Peran
perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus.
Klasifikasi
1. Abortus spontanea (abortus yang
berlangsung tanpa tindakan)
Yaitu:
· Abortus
imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
· Abortus
insipiens : Peristiwa perdarahan uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus.
· Abortus
inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
· Abortus
kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2. Abortus provokatus (abortus yang
sengaja dibuat)
Yaitu:
· Menghentikan
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap
bayi belum dapat hidup diluar kandungan
apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000
gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Etiologi
Abortus
dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol
a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alcohol
2.
Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun
3.
Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
4.
Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Penyebab
dari segi Maternal
Penyebab
secara umum:
3. Keracunan,
misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
Penyebab
dari segi Janin
· Kematian
janin akibat kelainan bawaan.
Patofisiologi
Pada
awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut.
Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai
14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam
bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya
(blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Manifestasi
Klinis
1.
Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2.
Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat
3.
Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4.
Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus
5.
Pemeriksaan ginekologi :
a.
Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium bau busuk dari vulva
b.Inspekulo
: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan
berbau busuk dari ostium.
c.
Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Komplikasi
1. Perdarahan,
perforasi, syok dan infeksi
2. Pada missed
abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan
darah
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Tes Kehamilan
Positif
bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2.
Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3.
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Diagnosa
Banding
Kehamilan
etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan serviks. Abortion
imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit,
berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai mules-mules.
Penatalaksanaan
Abortus
dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
v Abortus spontaneus
Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus spontaneus meliputi :
Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus spontaneus meliputi :
1. Abortus
Imminens
Abortus Imminens
adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan
pervaginam pada paruh pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya
adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi
nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat
ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan
tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah
suprapubis. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.
Dalam hal ini perlu diputuskan apakah kehamilan dapat dilanjutkan.
Sonografi vagina,pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (hCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Setelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen atau probe vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase.
Sonografi vagina,pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (hCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Setelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen atau probe vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase.
Penanganan abortus imminens
meliputi :
ü Istirahat baring. Tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
ü
Terapi
hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional
sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak
diketahui secara pasti.
ü
Pemeriksaan
ultrasonografi untuk menentukan apaka}r janin masih hidup.
2. Abortus
Insipiens
Abortus
Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan
bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum
atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Penanganan
Abortus Insipiens meliputi :
1)
Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
ü Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler
(dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral
(dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
ü Segera lakukan persiapan untuk
pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2)
Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
ü Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi
lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
ü Jika perlu, lakukan infus 20 unit
oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer
laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
3) Pastikan
untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
3. Abortus
lnkompletus
Abortus
Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum
20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta
(seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi
perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang
lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan
hipovolemia berat.
Penanganan abortus inkomplit :
1)
Jika perdarahant idak seberapab anyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi
dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin
0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.
2) Jika
perdarahanb anyak atau terus berlangsungd an usia kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi hasil konsepsi dengan :
ü Aspirasi vakum manual merupakan metode
evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
ü Jika evakuasi belum dapat dilakukan
segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila
perlu).
3) Jika
kehamilan lebih dari 16 minggu:
ü Berikan infus oksitosin 20 unit dalam
500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k ecepatan
40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
ü
Jika
perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
ü Evaluasi sisa hasil konsepsi yang
tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan
untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Abortus
Kompletus
Pada abortus
kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan
dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
5. Abortus
Servikalis
Pada abortus
servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri
eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis
servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding
menipis. Padap emeriksaand itemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri
eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi
Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
6.
Missed Abortion
Missed abortion
adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion
tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone
progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Diagnosis
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Penanganan
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
7. Abortus
Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
KONSEP
ASUHAN KEPERWATAN
Proses
keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk
menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya,
melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses
keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan,
merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien
untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan
keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling
berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian
adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun
hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Ø Biodata
: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat
Ø Keluhan utama
: Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Ø Riwayat kesehatan
, yang terdiri atas :
1)
Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit
atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2)
Riwayat kesehatan masa lalu
Ø Riwayat pembedahan
: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Ø Riwayat penyakit yang pernah dialami
: Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung ,
hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan
penyakit-penyakit lainnya.
Ø Riwayat kesehatan keluarga
: Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
Ø Riwayat kesehatan reproduksi
: Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala
serta keluahan yang menyertainya
Ø Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas
: Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Ø Riwayat seksual
: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta
keluahn yang menyertainya.
Ø Riwayat pemakaian obat :
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.
Ø Pola aktivitas sehari-hari
: Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK),
istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi
adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna,
perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap
kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah
menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
ü Sentuhan
: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur
kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
ü Tekanan
: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau
mencubit kulit untuk mengamati turgor.
ü Pemeriksaan dalam
: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi
adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh
tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
ü Menggunakan jari
: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan
, massa atau konsolidasi.
ü Menggunakan palu perkusi
: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi
adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar :
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium :
ü Darah dan urine serta pemeriksaan
penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
ü Keluarga berencana : Kaji mengenai
pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan
kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain :
ü Kaji mengenai perawatan dan pengobatan
yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data psikososial.
ü Kaji orang terdekat dengan klien,
bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien
dan mekanisme koping yang digunakan.
ü Status sosio-ekonomi : Kaji masalah
finansial klien
ü Data spiritual : Kaji tentang keyakinan
klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa
Keperwatan
1. Devisit
Volume Cairan s.d perdarahan
2. Gangguan
Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa
nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri
4. Resiko tinggi
Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Cemas s.d
kurang pengetahuan
Intervensi
Keperwatan
1. Devisit
Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
1)
Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional
: Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik
bervariasi
2)
Ukur pengeluaran harian
Rasional
: Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
3)
Berikan sejumlah cairan pengganti harian
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
4)
Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
2. Gangguan
Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
1)
Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2)
Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3)
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
4)
Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5)
Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rsional : Menilai kondisi umum klien
Rsional : Menilai kondisi umum klien
3. Gangguan rasa
nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
1)
Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2)
Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3)
Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
4. Resiko tinggi
Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
1)
Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional
: Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap
saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak
mungkin merupakan tanda infeksi
2)
Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3)
Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
4)
Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
5)
Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Rasional
: Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam
dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
6)
Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa
perdarahan
Rasional
: Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama
dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan
sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
5. Cemas s.d
kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
1)
Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2)
Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
3)
Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
4)
Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
5)
Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC,
Jakarta
Hamilton,
C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Mansjoer,
Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
Like
this:
Be the first to like this post.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar